Centangsatu, Jakarta – Dalam dunia yang terus bergejolak, dengan konflik geopolitik yang silih berganti, Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman membawa sebuah pesan yang sederhana namun visioner: Indonesia harus berdiri di atas kakinya sendiri. Kemandirian ekonomi bukan lagi wacana, melainkan kebutuhan mendesak. Dan salah satu jalannya adalah lewat transformasi transmigrasi.
Berbicara usai menjadi pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan oleh The Yudhoyono Institute, bertajuk Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global, di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4), Menteri Iftitah menekankan pentingnya membuka simpul-simpul baru ekonomi di luar sentra yang sudah mapan.
“Transformasi transmigrasi bukan sekadar memindahkan orang, tapi menghidupkan daerah. Kita ingin kawasan transmigrasi menjadi Kawasan Ekonomi Transmigrasi Terintegrasi yang hidup, produktif, dan mandiri,” tegasnya.
Bukan tanpa alasan. Di tengah ketegangan antara poros kekuatan dunia, Indonesia harus pandai membaca peluang. Dalam forum tersebut, Iftitah bahkan melontarkan pertanyaan tajam soal open power politics dan otonomi strategis ASEAN menunjukkan bahwa isu transmigrasi tak bisa dilepaskan dari peta geopolitik global.
Menurut Iftitah, pembangunan kawasan transmigrasi tidak bisa lagi dipandang sempit. Ia menyebutnya sebagai pendekatan multidimensi: merangkul aspek ekonomi, sosial, pertahanan, hingga budaya.
“Kita tidak ingin investasi yang datang justru menyingkirkan masyarakat lokal. Harmonisasi itu penting, dan di situlah fungsi deteksi dini geopolitik kita,” jelasnya.
l
Kementerian Transmigrasi kini mendorong konsep transmigrasi patriot sebuah pendekatan baru di mana masyarakat bukan hanya menjadi penerima manfaat, tapi juga pemilik. Mereka masuk ke dalam ekosistem ekonomi, menjadi bagian dari korporasi yang sahamnya dimiliki komunitas. Bukan hibah, tapi hasil dari pemberdayaan dan edukasi yang berkelanjutan.
“Ketika masyarakat diajak berpikir sebagai pemilik, mereka akan menjaganya. Kita tidak ingin mereka jadi penonton di tanah sendiri,” kata Iftitah dengan nada tegas tapi hangat.
Dalam pandangannya, transmigrasi hari ini adalah tentang menghidupkan manusia, bukan hanya membangun infrastruktur. Kemandirian dimulai dari keberdayaan. Dan keberdayaan dimulai dari keterlibatan.
“Perubahan tidak datang dalam semalam. Tapi ketika masyarakat mulai melihat manfaatnya, mereka akan ikut menjaga dan merawatnya. Itu kunci dari pembangunan berkelanjutan,” tutupnya.
Reporter: Eka