Hot News

Jadi Korban Pemalsuan Putusan MA, Andri Tedjadharma Laporkan PUPN dan KPKNL ke DPR RI

18
×

Jadi Korban Pemalsuan Putusan MA, Andri Tedjadharma Laporkan PUPN dan KPKNL ke DPR RI

Sebarkan artikel ini
l

Jakarta, CENTANGSATU,- 14 April 2025 – Warga Negara Indonesia, Andri Tedjadharma, melalui kuasa hukumnya Japaris Sihombing SH, hari ini mendatangi Komisi III DPR-RI untuk mengadukan dugaan penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I, di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan RI.
Andri menjadi korban penyitaan harta pribadinya berdasarkan salinan putusan kasasi Mahkamah Agung No. 1688 K/Pdt/2003—yang berdasar surat resmi dari Mahkamah Agung tidak pernah terdaftar maupun diterima permohonannya.
“Tiga surat dari Mahkamah Agung kami terima. Pernyataannya tegas: tidak pernah terima permohonan kasasi BPPN melawan Bank Centris. Maka, dari mana datangnya putusan ini? Lebih parah, salinan inilah yang dipakai menyita aset pribadi klien kami,” ungkap Japaris SH kepada wartawan di Gedung DPR, Senin siang.

Atas dasar salinan tersebut, PUPN dan KPKNL menyatakan Andri sebagai penanggung utang negara. Akibatnya, aset pribadi seperti lahan di Bali dan Bandung, villa di Bogor, kantor dan rumah di Jakarta disita. Bahkan istri dan anak Andri turut terancam pencekalan dan penyitaan aset pribadi.Gugatan ke PTUN ditolak karena dianggap bukan kewenangan mereka. Gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Perkara No. 171) juga ditolak tanpa mempertimbangkan fakta bahwa putusan kasasi tersebut tidak sah. Padahal dalam persidangan, bukti dan saksi ahli menyatakan jelas bahwa dasar hukum penyitaan tersebut cacat formil.
Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) pun melaporkan tiga hakim dalam perkara ini—yakni I Gusti Ngurah Bargawa, Marper Pandiangan, dan Teguh Santoso—ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik dan pengabaian fakta hukum yang terang-benderang.

Pemalsuan Salinan Putusan MA Sudah Dilaporkan ke Bareskrim—Namun Mandek

Andri juga telah melaporkan dugaan pemalsuan salinan putusan kasasi ke Bareskrim Polri (STTL/374/IX/2023). Sayangnya, sejak laporan dibuat 18 September 2023, tak ada perkembangan berarti. IPW (Indonesia Police Watch) menyatakan keprihatinan dan meminta Kabareskrim Komjen Wahyu Widada segera menuntaskan kasus ini.
“Ini bukan soal administrasi. Ini dugaan pemalsuan dokumen pengadilan tertinggi demi merampas hak warga negara. Kasus ini bisa mencoreng sistem peradilan nasional,” kata Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW.

Kejanggalan Fatal dalam Salinan Putusan

Tim kuasa hukum Andri menemukan lebih dari 20 kejanggalan fatal dalam salinan putusan kasasi palsu tersebut, antara lain:
• Penyerahan relas setelah 20 tahun sangat janggal. Selain itu, Nomor Relaas Tidak Masuk Akal – Salinan No. 1688K/Pdt/2003 justru disertai relaas No. 1689K/Pdt/2022, sangat janggal secara prosedural.
• Isi Sarat Kesalahan – Terdapat kesalahan tanggal, referensi UU tidak relevan, dan nama pihak yang keliru.
• Amar Putusan Kontradiktif – Poin amar menyatakan akta sah dan berharga, namun menyebut Bank Centris berutang dalam jumlah besar, tanpa dasar jelas.
• Bertentangan dengan Pernyataan Menteri Keuangan – Sri Mulyani pada 2008 di Gedung DPR menyatakan kasus Bank Centris masih menunggu kasasi.
• Kontradiksi dengan Audit BPK – Laporan 2006 menyebut perkara Bank Centris belum inkrah, artinya tidak mungkin sudah ada putusan tahun 2006.
• Konfirmasi Prof. Bagir Manan – Nama beliau tertera sebagai Ketua Majelis, namun saat dikonfirmasi, Prof. Bagir Manan menyatakan tegas: “Itu bukan putusan saya.”

Pernyataan Andri Tedjadharma

“Apa yang dilakukan Kementerian Keuangan terhadap saya dan keluarga sungguh zalim. Menyita hak pribadi warga negara dengan dasar dokumen palsu, itu pelanggaran hukum dan HAM. Kalau ini dibiarkan, siapa pun bisa jadi korban.”
Andri menilai tindakan tersebut melanggar UUD 1945, UU Perseroan Terbatas, dan UU Waris. Dalam waktu dekat, ia juga akan melapor ke Komnas HAM untuk meminta perlindungan atas hak konstitusionalnya yang dilanggar.
“Hakim telah mengabaikan dalil kebenaran dan bukti otentik yang kami ajukan. Ini bukan lagi soal saya pribadi. Ini soal keadilan, tentang apakah negara benar-benar melindungi warganya dari kejahatan sistemik,” tegas Andri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *