CENTANGSATU.com – Di tengah sorotan tajam terhadap profesi debt collector, suara tegas datang dari Paguyuban Pekerja Jasa Penagihan Indonesia (PPJPI). Ketua Umumnya, Dr. C.M. Firdaus Oiwobo, menyampaikan keluhan yang menggetarkan: negara dinilai abai terhadap nasib para pekerja penagihan yang terus dikriminalisasi, meski mereka bekerja dalam koridor hukum.
“Kami ini bagian dari sistem. Bukan pelaku kriminal. Kami hadir membawa surat tugas, surat kuasa, dan dokumen legal. Tapi tetap saja, di lapangan kami ditangkap, diperlakukan seperti preman. Apa salah kami menjalankan tugas untuk mengamankan aset fidusia yang bermasalah?” ucap Firdaus, suaranya bergetar, dalam konferensi pers yang digelar malam tadi.
Pernyataan itu tidak datang sendirian. Sejumlah pengurus PPJPI dari berbagai wilayah turut hadir dan membenarkan bahwa banyak kolega mereka menjadi korban penangkapan saat menjalankan tugas resmi. Bahkan, beberapa di antaranya sempat ditahan berhari-hari, meskipun mereka tidak melanggar hukum.
“Seolah hukum memusuhi kami,” lanjut Firdaus. “Padahal, kami ini legal. Organisasi kami terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, kami mewakili ratusan perusahaan, dan hampir satu juta pekerja. Kami juga bayar pajak, kami tidak bersembunyi.”
Sorotan tajam juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PPJPI, Dedy Dongkal. Ia mengungkapkan fakta mengejutkan: nilai aset fidusia yang digelapkan oleh oknum debitur telah menembus angka Rp380 triliun.
“Bayangkan, ratusan triliun dibiarkan menguap. Kalau ini dibiarkan, negara bisa jebol menutup asuransi pembiayaan. Kami justru jadi garda depan menyelamatkan stabilitas ekonomi,” tegas Dedy.
Seruan serupa datang dari Paulus, pengurus lain dari PPJPI. Ia meminta Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta para anggota DPR untuk turun tangan.
“Kami minta negara hadir untuk kami. Jangan biarkan citra kami dikaburkan oleh segelintir oknum. Kami bukan preman. Kami pekerja sah, kami keluarga rakyat Indonesia.” ujar Paulus.
Rencana besar sedang digodok. PPJPI akan mengajukan audiensi resmi ke Kementerian Ketenagakerjaan dan Komisi III DPR RI. Tujuannya jelas: menyuarakan kebutuhan akan reformasi hukum terkait penanganan fidusia dan perlindungan bagi para pekerja penagihan.
Bendahara Umum PPJPI, Zulham Mulyadi Nasution, bahkan menyebut peran debt collector sebagai “aset bangsa.”
“Kita ini penopang terakhir agar piutang-piutang macet bisa dipulihkan. Tanpa kami, kepercayaan investor terhadap lembaga pembiayaan bisa terganggu. Harusnya negara berterima kasih, bukan malah mencurigai,” ujarnya lugas.
Dengan suara bulat, PPJPI meminta agar aparat penegak hukum tidak menyamaratakan profesi debt collector dengan tindak kriminal. Mereka menyatakan siap bekerjasama dalam menertibkan oknum, namun menolak dilabeli sebagai pelaku kejahatan hanya karena menjalankan tugas.