Scroll untuk baca artikel
Metropolitan

Forum Jamsos Tetap Kukuh Tolak KRIS, Minta Prabowo Tinjau Ulang Perpres 59/2024

288
×

Forum Jamsos Tetap Kukuh Tolak KRIS, Minta Prabowo Tinjau Ulang Perpres 59/2024

Sebarkan artikel ini

CentangSatu.com – Ruang lobi Kementerian Kesehatan siang itu tampak hangat. Di balik meja-meja makan siang yang tersaji rapi dan senyum ramah pejabat negara, tersembunyi ketegangan yang tak kasat mata. Sebab, meski dibalut dalam upaya “penyamaan persepsi”, satu suara tetap lantang berdiri di tengah arus persetujuan: Forum Jaminan Sosial (Jamsos) Lintas Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja dan Buruh, lewat sang Koordinator, HM. Jusuf Rizal, SH.

“Kami tidak bisa dibungkam dengan nasi kotak dan basa-basi. Jika kebijakan itu berpotensi merugikan pekerja, buruh, keluarganya, bahkan masyarakat luas, maka sikap kami jelas: tolak,” ujar Jusuf Rizal tanpa basa-basi usai pertemuan dengan jajaran Kemenkes yang diwakili oleh Sekjen Kunta Wibawa Dasa Nugraha dan tim teknis.

KRIS, atau Kamar Rawat Inap Standar, sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 59 Tahun 2024, rencananya akan diberlakukan mulai 1 Juli 2025. Meski pemerintah mengklaim kebijakan ini sebagai langkah reformasi layanan kesehatan melalui BPJS, Forum Jamsos menilai sebaliknya.

“Ini bukan tentang reformasi. Ini tentang keadilan. KRIS bisa jadi justru memperburuk pelayanan. Bayangkan, satu kamar empat tempat tidur, tanpa pilihan privasi, dan semua ‘disamaratakan’ atas nama gotong royong. Tapi siapa yang sebenarnya dikorbankan? Pekerja, buruh, dan keluarganya,” lanjut Jusuf Rizal, yang juga Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia (FSPTSI).

Yang menarik, Forum Jamsos adalah satu-satunya pihak dalam pertemuan tersebut yang secara eksplisit menolak KRIS. Padahal, hadir pula nama-nama besar serikat pekerja seperti Yorrys Raweyai (KSPSI), Said Iqbal (KSPI), hingga Elly Rosita Silaban (KSBSI). Satu per satu mendengarkan, namun tak semua mengeluarkan sikap sekeras Forum Jamsos.

“Kami bukan menolak perubahan. Tapi perubahan itu harus berpihak, bukan memaksa. Apalagi kalau ternyata, Rumah Sakit pun belum siap. Ini kebijakan yang terburu-buru,” tukas Jusuf Rizal lagi.

Dari sisi pemerintah, Sekjen Kemenkes Kunta Wibawa mencoba melunakkan suasana.

“Kami ingin samakan persepsi. Pemerintah tidak bermaksud merugikan. Tapi tentu kami terbuka terhadap masukan. Jika ada yang belum sempurna, akan kami evaluasi,” ujarnya, diplomatis.

Namun, Forum Jamsos tidak hanya berhenti di Kemenkes. Mereka juga membawa penolakan ini secara resmi ke Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Di hadapan Ketua DJSN, Nunung Nuryantono, dan perwakilan dari Kemenkeu, mereka menguraikan kekhawatiran mereka secara sistematis.

“Kami khawatir ini hanyalah batu loncatan menuju privatisasi layanan BPJS, dengan memberi jalan kepada asuransi swasta. Dalam diskusi kami dengan BPJS Kesehatan tahun lalu pun, keberatan kami sudah jelas. Tapi Perpres tetap meluncur. Ada agenda tersembunyi? Bisa jadi,” ujar Jusuf Rizal penuh makna.

Tak hanya itu, ia juga menyuarakan harapan langsung kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto.

“Kami minta Pak Prabowo meninjau ulang Perpres 59 ini. Fokus saja dulu menyelamatkan dana BPJS yang konon bisa defisit hingga Rp20 triliun. Jangan dulu bermain-main dengan standar pelayanan yang belum kokoh di lapangan,” tegasnya.

Sebagai penutup, Jusuf Rizal kembali menekankan:

“Kalau kebijakan ini tidak adil, kami akan lawan. Jangan sampai rakyat hanya jadi objek kebijakan yang dibuat di ruang ber-AC. Kami hadir mewakili suara yang kerap diabaikan.” ujarnya

Pertemuan di lobi Kemenkes mungkin telah usai, tapi gelombang kritik terhadap KRIS baru saja dimulai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *