Centangsatu, Jakarta – Keluarga Iptu Tomi Samuel Marbun, seorang perwira Polri yang hilang saat menjalankan tugas di Papua Barat, kembali angkat suara dan menuntut pencarian ulang serta pengusutan tuntas. Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta Timur, mereka menyampaikan berbagai kejanggalan yang terjadi sejak awal peristiwa hingga proses pencarian yang dinilai tidak transparan.
Iptu Tomi dilaporkan hilang pada 18 Desember 2024 saat menjalankan operasi penindakan terhadap kelompok bersenjata (KKB) di Teluk Bintuni. Namun, informasi yang diterima keluarga justru membingungkan. Ada tiga versi berbeda soal kronologi hilangnya sang perwira: ada yang bilang perahunya terbalik, ada yang menyebut ia terpeleset, dan versi lain mengatakan Iptu Tomi hanyut di sungai setelah berdiri di tengah arus. Ketidakkonsistenan ini membuat keluarga curiga bahwa ada yang ditutupi.
Keluarga juga mengkritik lambatnya proses pencarian. Mereka menyebut pencarian baru dimulai satu hari setelah korban hilang. Yang lebih mengkhawatirkan, pencarian tidak dilakukan di lokasi terakhir korban terlihat, yang disebut sebagai “titik merah”. Justru tim melakukan penyisiran di lokasi lain yang dianggap tidak relevan. Hingga kini, olah tempat kejadian secara resmi juga belum pernah dilakukan.
Masalah tidak berhenti di situ. Dua telepon genggam milik korban sempat hilang dan salah satunya ditemukan dalam keadaan terkunci. Alat komunikasi dan senjata personel yang terlibat juga belum pernah diaudit atau diperiksa. Bahkan, sebelum menyeberangi sungai saat operasi, seluruh HP dan senjata pendek dikumpulkan tanpa alasan yang jelas.
Hal yang paling mengejutkan bagi keluarga adalah adanya penawaran proyek senilai Rp4,5 miliar kepada istri korban setelah kejadian. Monterry Marbun, adik kandung korban, juga mengaku sempat ditawari masuk kepolisian saat berada di lokasi pencarian. Selain itu, keluarga merasa ditekan untuk menerima bahwa kejadian ini bukan sabotase atau konspirasi, meskipun belum ada bukti kuat yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Dalam pernyataannya, keluarga meminta agar pencarian ulang dilakukan di lokasi sebenarnya. Mereka juga mendesak Kapolri membentuk tim pencari fakta independen, melakukan audit alat bukti, dan melibatkan lembaga seperti Komnas HAM, Ombudsman, dan DPR untuk mengawal prosesnya. Mereka menekankan bahwa tujuan mereka bukan untuk menyalahkan siapa pun, tapi murni ingin mendapatkan kebenaran atas nasib Iptu Tomi.
“Kami hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tidak boleh ada aparat negara yang hilang tanpa kejelasan dan pertanggungjawaban,” ujar Monterry.
Keluarga berharap kasus ini agar berjalan terbuka dan adil. Mereka percaya, keadilan dan transparansi adalah jalan satu-satunya untuk mengungkap kebenaran dan menjaga kehormatan institusi.