Scroll untuk baca artikel
Hukum

Kontroversi di MK: Hinca Panjaitan Dituding Tak Wakili Rakyat dalam Sidang Uji Materi Perpu PUPN

37
×

Kontroversi di MK: Hinca Panjaitan Dituding Tak Wakili Rakyat dalam Sidang Uji Materi Perpu PUPN

Sebarkan artikel ini

Jakarta, CENTANGSATU,– Juni 2025 — Sidang uji materi Perpu No. 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (17/6), menuai sorotan tajam. Dalam sidang tersebut, anggota DPR RI, Hinca Panjaitan, justru meminta majelis hakim untuk menolak permohonan uji materi, yang sejatinya diajukan oleh warga negara biasa, Andri Tedjadharma, yang tengah memperjuangkan hak konstitusionalnya.

 

Sikap Hinca dianggap ganjil dan mengundang pertanyaan mendasar: siapa sebenarnya yang diwakili oleh anggota DPR tersebut? Apakah DPR masih menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, atau justru menjadi perpanjangan tangan pemerintah?

“Peran DPR dalam sidang pengujian undang-undang di MK adalah memberikan keterangan yang jernih dan argumentatif untuk memperkuat keadilan konstitusional, bukan malah membela Perpu yang cacat logika,” ujar Andri Tedjadharma, yang kecewa dengan sikap legislatif.

Rakyat Dikriminalisasi Lewat Perpu Usang

Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris, menjadi korban penyitaan paksa oleh Satgas BLBI dan Kementerian Keuangan. Ia ditetapkan sebagai penanggung utang BLBI berdasarkan audit BPK tahun 2006—meskipun audit tersebut justru menyatakan bahwa Bank Centris bukan obligor BLBI dan Andri bukan penanggung utang.

“Ini jelas kriminalisasi. Pemerintah ga baca, DPR juga ga baca. Lalu negara ini dijalankan berdasarkan apa?” tegas Andri dengan nada emosional.

Andri menyebut bahwa data dari audit resmi BPK yang telah dikukuhkan oleh pengadilan sejak tahun 2000 menunjukkan ketidaksesuaian antara tuduhan pemerintah dengan fakta hukum. Namun, Perpu PUPN tetap digunakan sebagai dasar penyitaan, padahal sudah usang dan berasal dari era Orde Lama.

Andri: MK Harus Menjaga Nurani Hukum

“Ini bukan soal kalah atau menang. Ini soal keadilan dan kebenaran,” ujar Andri dalam konferensi pers usai sidang.

Menurutnya, permohonan uji materi adalah bentuk koreksi terhadap norma hukum yang berpotensi melanggar konstitusi dan merugikan hak warga negara. Ia menilai DPR dan pemerintah telah gagal membaca substansi perkara, bahkan melupakan fungsi pengawasan dan representasi terhadap rakyat.

“DPR seharusnya bukan pembela kebijakan pemerintah yang keliru. Mereka adalah wakil rakyat. Kalau sampai seperti ini, kita mungkin sedang diperintah oleh mereka yang buta akan makna keadilan,” tegasnya.

Panggilan untuk Media dan Publik: Jangan Bungkam!

Di akhir pernyataannya, Andri menyerukan agar media independen dan publik luas membuka mata terhadap potensi ketidakadilan dalam penerapan Perpu PUPN. Ia menekankan bahwa ini bukan hanya perjuangannya pribadi, melainkan ujian terhadap keberpihakan negara pada konstitusi dan keadilan hukum.

“Saya titipkan harapan terakhir pada logika dan nurani hukum. Kepada media, jangan bungkam. Sorot dan ungkap fakta ini demi rakyat yang mungkin suatu hari mengalami nasib serupa,” pungkasnya.

Uji Materi Perpu PUPN, Hinca Panjaitan, Mahkamah Konstitusi, Penyitaan Satgas BLBI, Andri Tedjadharma Bank Centris, Perpu No. 49 Tahun 1960, Audit BPK 2006 BLBI, DPR wakil rakyat atau wakil pemerintah, Hak konstitusional warga negara, Kriminalisasi warga negara

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *