Scroll untuk baca artikel
Lifestyle

Pesta Nostalgia yang Hidupkan Ingatan Kolektif: “Barbeque Night” Golden Boutique Hotel Jadi Oase Tembang Kenangan di Tengah Jakarta

31
×

Pesta Nostalgia yang Hidupkan Ingatan Kolektif: “Barbeque Night” Golden Boutique Hotel Jadi Oase Tembang Kenangan di Tengah Jakarta

Sebarkan artikel ini

Jakarta, CentangSatu.com — Aroma daging panggang yang menguar dari halaman Golden Boutique Hotel Kemayoran pada Jumat malam lalu tak sekadar membangkitkan selera, tetapi juga kenangan. Di bawah langit malam yang bersahabat, suara merdu para penyanyi era keemasan Indonesia berpadu dengan tepuk tangan hangat penonton yang tak pernah lelah merindu. Malam itu, “Barbeque Night” bukan hanya pesta kuliner dan konser mini ia menjadi medium lintas waktu, ruang, dan rasa.

“Ini bukan soal nostalgia semata, ini soal merajut kembali benang-benang yang pernah kita miliki bersama dalam musik,” ucap Gandhi Saraghi, General Manager sekaligus kurator acara yang punya pandangan tajam akan makna musik lawas.

Dalam edisi bulan Juni ini, para legenda yang menghiasi panggung termasuk Ria Resty Fauzy, Julian Dekrita, Machica Mochtar, Rita Latul, dan Yenny Rory yang semua tampil tak sekadar membawakan lagu, melainkan juga cerita, memori, dan jiwa dari era yang tak tergantikan. Semua diiringi D’Replay Band, grup pengiring tetap yang konsisten menjaga kualitas musikal malam-malam nostalgia di Golden Boutique.

“Kami ingin menciptakan suasana tanpa sekat. Di sini, tak ada batas panggung atau penonton. Semua duduk bersama, makan bersama, menyanyi bersama. Karena kami percaya, memori tak bisa dipertontonkan ia harus dihidupi,” tutur Gandhi panjang lebar, penuh semangat. “Makanya kami sebut ini Golden Memory. Ini bukan hanya program, tapi juga filosofi hidup yang kami rawat.”

 

Lebih dari Sebuah Acara: Sebuah Komunitas Bernama Kenangan

Dengan konsep yang dibalut dalam suasana santai, hangat, dan bersahabat, “Barbeque Night” sudah menjelma sebagai agenda bulanan yang ditunggu. Tak hanya karena daftar penampilnya yang penuh kejutan, namun juga karena atmosfernya yang seperti pulang ke rumah.

“Saya sudah tampil empat kali di sini,” ujar Ria Resty Fauzy sambil tersenyum lebar. “Dan rasanya seperti reuni keluarga. Ada rasa haru, tapi juga semangat. Karena di tengah zaman yang berubah, kita bisa tetap bernyanyi dengan hati dan didengar dengan cinta.”

Lebih jauh, Gandhi menyebut hotel ini memang sejak awal diniatkan menjadi ruang bagi para musisi legendaris untuk tampil tanpa tekanan. “Golden, itu maknanya emas. Jadi kami tampilkan yang benar-benar golden, dari zamannya dan dari pengaruhnya. Ini tempat para legend kembali bersinar, dan mereka tahu mereka dihargai.”

Sementara itu, Machica Mochtar mengaku terpukau dengan keseluruhan pengalaman. “Saya baru pertama tampil di sini, dan jujur ya, saya langsung jatuh hati. Bukan hanya karena respons penonton yang luar biasa, tapi juga karena kualitas acaranya. Sound-nya bersih, makanan enak banget, dan semuanya hangat. Saya berharap bisa diundang lagi.”

 

Musik yang Tak Pernah Kadaluarsa

Bagi Julian Dekrita, yang malam itu merangkap sebagai MC dan penyanyi, musik lawas bukanlah sisa masa lalu, melainkan napas masa kini. “Lagu-lagu ini tidak pernah usang. Generasi muda bahkan sekarang mulai menggali kembali. Dan acara seperti ini adalah jembatan antargenerasi. Kita membentuk komunitas, bukan sekadar penonton,” ujarnya lantang dari panggung.

Yenny Rory menambahkan, “Kami bukan tampil untuk diri sendiri. Kami tampil untuk berbagi. Dan ketika Gandhi bilang, ‘yuk kita buat seperti keluarga’, kami semua mengamini. Karena memang itu yang kami rasakan bukan penampilan, tapi perjumpaan.”

Malam itu, tepuk tangan tak pernah putus. Lagu demi lagu yang dilantunkan tak sekadar dinyanyikan ulang, tetapi dihayati bersama. Dari “Untukmu Segalanya” hingga “Kasih”, dari dentingan keyboard hingga petikan gitar, semua menjadi medium perjalanan waktu yang nyaris tak terasa.

 

Menjaga Warisan, Menyulam Harapan

“Barbeque Night” bukan hanya program hotel. Ia adalah oase di tengah hiruk pikuk Jakarta, tempat para penyuka tembang kenangan bisa bernafas, duduk santai, dan kembali mengingat siapa diri mereka dulu dan siapa yang mereka rindukan.

Gandhi menutup malam itu dengan pesan sederhana namun mendalam:

“Kami bukan ingin jadi besar, kami ingin jadi berarti. Karena selama masih ada yang ingin bernyanyi, mengenang, dan berbagi kami akan terus ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *