JAKARTA, CENTANGSATU.COM – Sebuah dokumen pengadilan yang mengemuka baru-baru ini mengungkap dugaan praktik penggelapan dana Fasilitas Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Bank Indonesia (BI) dengan keterlibatan tiga bank swasta nasional: Bank MEGA, Bank BTPN, dan Bank SINO. Temuan ini mencuat usai pernyataan dari Andri Tedjadharma, pemegang saham PT Bank Centris Internasional, yang juga menjadi korban penyitaan harta oleh Satgas BLBI dan KPKNL Jakarta.
Dalam pernyataannya pada Sabtu (21/6), Andri mengungkap bahwa PT Bank Centris Internasional telah dikambinghitamkan dalam kasus BLBI. Ia menunjukkan bukti otentik berupa putusan pengadilan serta hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menegaskan bahwa dana BLBI tidak pernah diterima oleh PT Bank Centris Internasional.
“Rekening penerima dana BLBI adalah atas nama Centris International Bank dengan nomor rekening 523.551.000, bukan Bank Centris Internasional dengan nomor rekening 523.551.0016. Kami tidak pernah menerima satu rupiah pun dari BLBI,” tegas Andri.
Putusan Pengadilan Tegaskan Bank Centris Bukan Obligornya
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, PT Bank Centris Internasional dinyatakan bukan sebagai obligor BLBI. Andri pun dinyatakan bukan sebagai penanggung utang negara. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) karena tidak ada kasasi dari pihak BPPN ke Mahkamah Agung.
“Mahkamah Agung telah menyatakan tidak pernah menerima permohonan kasasi dari BPPN. Artinya putusan ini final,” jelas Andri.
Pengungkapan Praktik ‘Bank Dalam Bank’ di BI
Yang lebih mengkhawatirkan adalah dugaan rekayasa rekening di tubuh Bank Indonesia sendiri. Berdasarkan dokumen P8 dan P7 yang ditunjukkan Andri, ditemukan adanya penyimpangan serius dalam transaksi perbankan, termasuk praktik tidak lazim di pasar uang antar bank (money market).
Audit BPK menemukan bahwa ketiga bank—Bank MEGA, Bank BTPN, dan Bank SINO—menggunakan rekening yang sama di Bank Indonesia (A/C 523.551.000) untuk melakukan transaksi penjualan dana kepada PT Bank Centris Internasional. Padahal, secara hukum, ketiga bank tersebut memiliki nomor rekening yang berbeda di sistem perbankan nasional dan terdaftar sah di BI.
“Ini praktik white collar crime kelas tinggi. Ketiga bank ini secara sah bertransaksi dengan PT Bank Centris Internasional, namun sumber dana mereka berasal dari satu rekening yang seharusnya tidak mereka miliki. Ini manipulasi sistem keuangan negara,” papar Andri.
Rincian Dugaan Manipulasi Transaksi di BI
Satu rekening digunakan oleh tiga bank berbeda untuk mendebet dana di hari yang sama: 2 April 1998.
Dana yang didebet bukan dari rekening asli masing-masing bank, tetapi dari rekening rekayasa atas nama Centris International Bank.
PT Bank Centris Internasional menjadi pihak yang membeli dana, namun dana itu berasal dari satu rekening rekayasa, bukan dari bank yang bertransaksi langsung.
Transaksi ini melibatkan penerbitan Nota Kredit LLG oleh masing-masing bank dan diproses melalui sistem clearing BI, memperkuat dugaan keterlibatan sistemik dari internal Bank Indonesia.
Tuntutan Transparansi dan Keadilan
Andri mendesak agar BPPN, Kejaksaan Agung, dan BPK—yang selama ini terlibat dalam proses hukum—bertindak transparan dan menghentikan kriminalisasi terhadap dirinya dan PT Bank Centris Internasional.
“Saya sudah tidak punya pilihan. Semua harta pribadi saya disita berdasarkan tuduhan yang tidak terbukti. Kini saya buka semua fakta ini ke publik,” ujarnya.
Kesimpulan
Dugaan penggelapan dana BLBI dan manipulasi sistem keuangan di Bank Indonesia yang diungkap melalui dokumen pengadilan ini menjadi sorotan serius. Kasus ini bukan hanya menyangkut reputasi satu bank, tapi juga kredibilitas institusi negara dalam mengelola keuangan nasional.
Pihak-pihak terkait, termasuk Kejaksaan Agung, Satgas BLBI, dan Bank Indonesia, didesak untuk menanggapi temuan ini secara terbuka demi menjaga integritas hukum dan keadilan finansial.