Centangsatu, Jakarta – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya melalui Subdit Siber mengungkap jaringan tindak pidana perdagangan orang dengan korban anak di bawah umur yang dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang. Kejahatan dilakukan melalui media sosial dengan modus Open Booking Order (Open BO), menargetkan anak-anak perempuan di bawah umur untuk dieksploitasi secara seksual.
Dalam konferensi pers resmi yang digelar di Lobby Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 55, Jakarta Selatan, Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, Kompol Syarif Hidayatullah, S.H., S.I.K. menjelaskan bahwa pengungkapan ini merupakan hasil kerja keras patroli siber selama dua minggu di bulan Juli 2025.
“Hari ini kami merilis tiga perkara kejahatan siber, dan salah satunya adalah pengungkapan kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dikendalikan dari balik jeruji besi oleh pelaku di Lapas Cipinang. Ini sangat memprihatinkan karena korbannya adalah anak-anak di bawah umur,” tuturnya.
Lebih lanjut, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Metro Jaya, AKBP Hadis Wibowo, S.I.K., M.H., mengatakan, “Kasus ini berawal dari patroli dunia maya oleh tim siber Polda Metro Jaya. Tim menemukan akun media sosial X yang membuat grup Open BO dengan nama ‘Pretty 1185 Pelajar Jakarta’,” ungkapnya di hadapan awak media.
Polisi menetapkan AM sebagai tersangka utama, yang ternyata merupakan narapidana Lapas Cipinang dengan vonis sembilan tahun atas kasus perdagangan anak sebelumnya. Pelaku diketahui telah menjalani enam tahun masa hukuman namun kembali mengendalikan praktik prostitusi anak secara daring.
Kasubdit II Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kompol Bayu Setiawan, S.I.K. menerangkan, “Berdasarkan hasil pemeriksaan, dua anak perempuan telah dieksploitasi sejak Oktober 2023. Dari pengakuan korban, mereka tidak lagi mengingat secara pasti berapa kali diperdagangkan karena dalam satu minggu bisa melayani satu hingga dua pelanggan,” ujarnya.
Dalam praktiknya, pelaku mencari korban melalui media sosial seperti Facebook. Setelah berkenalan dan menjalin komunikasi, korban diarahkan untuk melakukan pertemuan dengan pelanggan di hotel yang telah ditentukan. Setelah terjadinya hubungan seksual, pembayaran dilakukan dan hasilnya dibagi dua. Korban menerima Rp500 ribu hingga Rp750 ribu setiap kali transaksi.
“Skema pembagian uangnya, 50 persen diterima oleh korban dan 50 persen lainnya ditransfer kepada pelaku AM yang berada di Lapas Cipinang melalui perantara,” jelas Kompol Bayu Setiawan.
Polisi juga menyita barang bukti berupa telepon genggam, akun-akun media sosial, serta catatan transaksi keuangan. Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya juga melakukan pendalaman terhadap pihak-pihak yang menjadi pelanggan serta perantara yang membantu menjalankan bisnis haram ini dari dalam lapas.
“Kasus ini belum selesai. Kami terus mendalami siapa saja yang memesan jasa, siapa saja yang terlibat membantu pelaku menjalankan aktivitas kejahatan ini dari dalam penjara,” tegas Kompol Bayu.
Kasubdit I Siber Polda Metro Jaya, Kompol Ferizal Fardinanto, S.I.K. menambahkan, “Fakta ini menunjukkan bahwa media sosial bisa menjadi alat eksploitasi yang sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak yang tidak memiliki pengawasan ketat dari orang tua,” imbuhnya.
Kompol Syarif Hidayatullah kembali mengingatkan kepada masyarakat luas tentang pentingnya pengawasan terhadap aktivitas anak di dunia maya. “Dari hasil temuan kami, para pelaku kejahatan seksual terhadap anak sebagian berasal dari lingkungan sekitar korban, bahkan ada yang dari keluarga sendiri. Orang tua harus lebih waspada, awasi anak-anak kita dalam menggunakan internet,” ujarnya.