Scroll untuk baca artikel
Metropolitan

Hari Puisi Indonesia Resmi Ditetapkan, Sutardji Calzoum Bachri: “Nikmat Kata Harus Disyukuri, Bukan Didustakan”

10
×

Hari Puisi Indonesia Resmi Ditetapkan, Sutardji Calzoum Bachri: “Nikmat Kata Harus Disyukuri, Bukan Didustakan”

Sebarkan artikel ini

Centangsatu.com – Jakarta, 21 Juli 2025 Dalam suasana penuh semangat di Aula PDS HB Jassin, Jakarta, sejumlah penyair nasional berkumpul dalam Konferensi Pers menjelang perayaan Hari Puisi Indonesia yang akan digelar pada 26 Juli 2025 mendatang. Acara ini turut dihadiri tokoh-tokoh sastra terkemuka seperti Sutardji Calzoum Bachri, Sihar Ramses Simatupang, Herman Syahara, dan Asrizal Nur selaku Ketua Panitia.

Dalam penjelasannya kepada awak media, Sutardji Calzoum Bachri yang akrab disebut SCB dan dijuluki Presiden Penyair Indonesia menyampaikan makna filosofis di balik pemilihan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia, yang merujuk pada hari lahir Chairil Anwar, penyair legendaris yang mengubah wajah puisi Indonesia modern.

“Mengapa tanggal 26 Juli? Karena itu hari lahir Chairil Anwar, bukan hari kematiannya. Kita ingin perayaan ini menjadi lambang kelahiran semangat, bukan duka. Hari Puisi Indonesia haruslah menjadi momen merayakan hidup, kelahiran kata, dan gairah berpikir para penyair. Puisi adalah nikmat, dan seperti dalam firman Allah di surat Ar-Rahman: ‘Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?’ Penyair adalah penebar nikmat—kata-kata yang indah dan menggugah hati. Maka tugas kita adalah menyukuri, bukan mendustakan, nikmat itu,” ujar SCB panjang lebar, disambut tepuk tangan hadirin.

Namun SCB juga menyoroti perlunya dukungan konkret dari negara terhadap gelaran sastra ini.

“Mari kita bicara jujur. Acara sebesar ini tidak bisa sepenuhnya ditanggung oleh para penyair. Kami butuh peran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kebudayaan. Ini soal legitimasi, soal dukungan moral dan material. Kalau negara menganggap puisi bagian dari kebudayaan, maka buktikan dalam bentuk kehadiran dan pembiayaan,” tegasnya.

Sihar Ramses Simatupang turut memperkuat argumen tersebut dengan menekankan bahwa perayaan ini bukan bentuk pengkultusan pada satu tokoh, melainkan simbol penghormatan.

“Kami tak ingin mengkultuskan Chairil Anwar. Yang kami lakukan adalah menjadikannya simbol penghargaan atas jasa penyair terdahulu. Setiap bait yang mereka tulis, setiap pikiran yang mereka bagi, adalah bentuk pengabdian. Seperti pahlawan fisik yang dikenang lewat nama jalan dan monumen, para penyair juga layak mendapat penghormatan serupa. Mengapa jalan-jalan di kota kita tidak dinamai dari penyair? Mengapa tidak ada museum puisi di ibu kota? Ini pekerjaan rumah untuk negara,” tutur Sihar, yang sejak masa kuliah di Universitas Airlangga telah berkecimpung dalam dunia sastra.

Ketua Panitia Hari Puisi Indonesia, Asrizal Nur, menjelaskan bahwa perayaan ini bersifat inklusif dan terbuka bagi semua pencinta sastra.

“Hari Puisi Indonesia bukan milik Yayasan Puisi atau kelompok tertentu. Ini milik kita bersama. Tanggal 26 Juli nanti adalah momentum untuk merayakan identitas keindonesiaan lewat puisi. Di negara-negara lain seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, mereka sudah punya hari puisi nasional. Sudah saatnya kita juga menetapkan hal yang sama. TIM (Taman Ismail Marzuki) akan jadi saksi prosesi penetapan Hari Puisi Indonesia yang akan digelar dari pagi hingga malam,” jelasnya.

 

Asal-Usul Gagasan Hari Puisi Indonesia

Gagasan penetapan Hari Puisi Indonesia sebenarnya telah bergulir sejak 2012. Awalnya tercetus dari percakapan Rida K. Liamsi dan Agus R. Sarjono sepulang dari menghadiri Hari Puisi di Vietnam. Gagasan itu kemudian dikembangkan bersama tokoh sastra lain seperti Asrizal Nur, Kazzaini Ks, Maman S. Mahayana, Ahmadun Yosi Herfanda, dan Jamal D. Rahman. Mereka lalu membentuk Tim Tujuh untuk merumuskan ide tersebut secara lebih terstruktur.

Pertemuan penting terjadi pada 22 November 2012 di Pekanbaru dalam bentuk Focus Group Discussion yang melibatkan penyair dari berbagai penjuru Nusantara. Dari Aceh hingga Papua, mereka sepakat bahwa Indonesia membutuhkan Hari Puisi untuk menjadi simbol pemersatu bangsa, seperti halnya negara-negara lain di dunia.

Hari Puisi Indonesia secara resmi memilih tanggal 26 Juli hari lahir Chairil Anwar bukan hari wafatnya pada 28 April, sebagai bentuk penghormatan dan semangat baru, bukan peringatan kehilangan.

Teks Deklarasi Hari Puisi Indonesia dibacakan oleh Sutardji Calzoum Bachri bersama 40 penyair perwakilan daerah. Nama-nama besar dari berbagai provinsi hadir dalam peristiwa bersejarah itu, mulai dari Rida K. Liamsi, Ahmadun Yosi Herfanda, Sosiawan Leak, Isbedy Stiawan ZS, hingga John Waromi dari Papua.

“Puisi adalah rumah bersama bagi siapa pun yang mencintai kata, mencintai bangsa, dan mencintai kebebasan berpikir,” tutup SCB dalam nada penuh harap.

Perayaan Hari Puisi Indonesia pada 26 Juli 2025 mendatang bukan sekadar pesta sastra, tetapi juga ajakan reflektif bahwa di balik kata, ada sejarah, identitas,

dan masa depan yang bisa dibangun bersama.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *