Jakarta,CentangSatu.com- Indonesia hari ini menapaki babak baru dalam perjalanan panjang perlindungan hak cipta di dunia musik. Di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM, telah lahir sebuah lembaga yang membawa harapan besar: Transparansi Royalti Indonesia (TRI).
TRI bukan sekadar Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) baru. Ia hadir membawa misi yang lebih luas—bukan hanya mengelola royalti, tetapi membuka kembali pintu kepercayaan yang selama ini nyaris tertutup bagi para pencipta lagu di negeri ini.
Melalui SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HK.23.KL01.04.01 Tahun 2025, TRI mendapatkan izin resmi beroperasi dan akan mulai menjalankan mandat untuk mengelola royalti lagu dan musik secara adil, transparan, dan akuntabel.
Penyerahan izin dilakukan langsung oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko, SH., MH., dan disaksikan oleh Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, yang memberikan dukungan penuh terhadap lahirnya lembaga ini.
“TRI bukan hanya datang sebagai pelengkap sistem, tetapi sebagai napas segar dalam pengelolaan hak cipta musik. Kami berharap TRI menjadi rumah baru yang menghadirkan keadilan yang telah lama dirindukan,” ujar Dharma.
Figur-figur Teguh di Balik TRI
TRI digawangi oleh tokoh-tokoh dengan integritas, pengalaman, dan dedikasi lintas bidang—mulai dari militer, kepolisian, hukum, hingga komunitas seni.
Susunan pengurus TRI antara lain:
Ketua: Ancha Syaiful Bachri
Wakil Ketua: Hetty Mulyati
Sekretaris: Mardiana Bugis
Bendahara: S. Mulyono
Dewan Pengawas: Nugraha Surya Sumantri, Sugito, dan Ir. Teguh Yuswanto
Sementara nama-nama seperti Mayjen TNI (Purn) Zaedun, Brigjen TNI Agus Wijanarko, dan Brigjen Pol (Purn) Puja Laksana mengisi posisi pelindung lembaga ini—sebuah penanda bahwa perlindungan terhadap pencipta lagu kini menjadi perhatian lintas sektor.
“Ini Tanggung Jawab Dunia–Akhirat”
Dalam pernyataannya, Ketua TRI, Ancha Syaiful Bachri, menegaskan bahwa tugas yang diemban bukanlah beban administratif biasa. Ia menyebutnya sebagai “amanah spiritual” dari para pencipta karya.
“Ini bukan soal jabatan atau struktur, ini soal hak orang yang selama ini terabaikan. TRI hadir bukan untuk mengambil bagian dari panggung, tapi untuk melayani. Dan pelayanan itu harus dilandasi kejujuran,” ujarnya dengan nada tegas namun penuh empati.
Membuka Lembaran Baru, Menutup Luka Lama
Di tengah era digital yang memudahkan distribusi musik namun sering melupakan nilai penciptanya, kehadiran TRI seperti jawaban atas keluhan lama para pencipta lagu: sistem yang gelap, laporan yang kabur, dan akses yang terbatas.
TRI menjanjikan:
Pelaporan royalti berbasis digital dan real-time
Sistem komunikasi dua arah dengan anggota
Distribusi royalti yang adil dan transparan, tanpa sekat-sekat birokrasi
Lebih dari itu, TRI ingin mengembalikan martabat pencipta lagu sebagai bagian tak terpisahkan dari jantung industri musik.
Saatnya Musik Indonesia Menyala dari Hati
Dengan hadirnya TRI, Indonesia kini memiliki harapan baru. Bukan hanya bagi musisi besar yang sudah dikenal, tapi juga bagi para pencipta lagu di balik layar, yang selama ini karyanya mengisi ruang-ruang kehidupan kita tanpa pernah tahu ke mana hak mereka mengalir.
TRI datang bukan membawa janji kosong, tapi tekad untuk menunaikan hak yang sudah lama menjadi hak.
Kini, semuanya berpulang pada satu hal: keberanian untuk menepati transparansi yang dijanjikan.
Dan bagi para pencipta, hari ini bisa jadi bukan akhir dari penantian—melainkan awal dari keadilan.