Scroll untuk baca artikel
HiburanMusik

LMKN Bongkar Ratusan Pelanggar Royalti, Musisi dan Pengusaha Angkat Suara

20
×

LMKN Bongkar Ratusan Pelanggar Royalti, Musisi dan Pengusaha Angkat Suara

Sebarkan artikel ini

Jakarta,CentangSatu.com – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) akhirnya membuka daftar panjang pelanggaran royalti yang selama ini tersimpan di balik meja kerja mereka. Dalam sidang uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (31/7), Ketua LMKN Dharma Oratmangun menyampaikan bahwa lebih dari 400 event organizer (EO) tercatat sebagai pelanggar karena tidak membayar royalti musik sesuai ketentuan Undang-Undang Hak Cipta.

“Ini bentuk keseriusan kami. Sudah ada lebih dari 400 EO yang kami catat membandel. Kami sudah lakukan pendekatan persuasif, bahkan sampai somasi, dan kini masuk ke ranah hukum,” ungkap Dharma di depan majelis hakim MK.

LMKN juga mengaku telah menyurati berbagai pelaku usaha lainnya, mulai dari rumah karaoke, pusat perbelanjaan, hingga restoran yang memutar musik tanpa izin atau pembayaran royalti. Salah satu kasus yang pernah mencuat adalah restoran cepat saji Mie Gacoan di Bali, yang dianggap melanggar aturan tersebut.

Namun upaya LMKN ini tidak serta merta mendapat dukungan penuh. Di lapangan, sejumlah pelaku usaha justru merasa khawatir dan bingung dengan mekanisme penarikan royalti. Fenomena unik pun muncul—beberapa kedai makan kini memilih memutar rekaman suara burung sebagai latar suasana, demi menghindari denda royalti.

“Kenapa takut bayar royalti? Ini bukan hal yang bisa membangkrutkan usaha,” tegas Dharma merespons fenomena itu.

Musisi dan Komposer Justru Gugat LMKN

Di sisi lain, kritik justru datang dari kalangan pencipta lagu itu sendiri. Ketua Umum Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), Piyu dari grup musik Padi Reborn, secara terbuka menyatakan niatnya menggugat LMKN karena dianggap tidak maksimal dalam mengelola hak-hak para pencipta lagu.

“Kalau LMKN tidak mampu jalankan tugasnya, lebih baik dibubarkan,” ujar Piyu kepada media.

Ia menyebut persoalan utama bukan hanya pada penarikan, tetapi pendistribusian royalti yang tak transparan, serta pertanyaan atas kewenangan hukum LMKN sesuai UU Hak Cipta. Piyu menegaskan, gugatan terhadap LMKN sedang dalam proses dan akan diajukan dalam waktu dekat.

Tegas tapi Rawan Konflik: Tantangan LMKN di Lapangan

Meski LMKN kini tampak lebih agresif dalam penegakan hukum, langkah tersebut membuka luka lama dalam industri musik Indonesia: kurangnya edukasi dan kejelasan sistem royalti bagi pelaku usaha, serta lemahnya kepercayaan musisi terhadap lembaga pengelola.

“Ini bukan tentang penindakan semata. Kami mengikuti semua tahapan: sosialisasi, surat peringatan, hingga somasi. Baru setelah itu, kami ajukan ke jalur hukum,” jelas Dharma Oratmangun, menanggapi tudingan bahwa LMKN baru sekarang bersikap tegas.

Catatan Redaksi: Royalti Bukan Ancaman, Tapi Hak

Kisruh royalti ini memperlihatkan bahwa di Indonesia, kesadaran hukum terkait hak cipta musik masih rendah, baik di kalangan pengguna karya maupun penciptanya sendiri. Di sisi lain, LMKN sebagai lembaga negara perlu menjawab kritik dengan transparansi sistem distribusi, bukan hanya penindakan.

Pertanyaan publik kini mengerucut pada satu hal: apakah LMKN bisa menjadi pelindung hak pencipta musik, tanpa menjelma jadi momok bagi pelaku usaha?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *