JAKARTA,CentangSatu.com – Malam itu, ratusan pasang mata terpaku pada sosok Ebiet G. Ade yang berdiri di panggung Senandung Emas. Setiap bait yang ia nyanyikan seolah membuka kembali lembaran kenangan, mengantar penonton pulang ke masa-masa ketika suaranya menjadi latar perjalanan hidup mereka.
Digelar Kamis Malam,(14/8) di RRI Jakarta di bawah kolaborasi Kementerian Kebudayaan, Yayasan Nusantara Emas, dan Senandung Nusantara, konser Harmoni Zaman bukan sekadar hiburan—ia adalah perayaan panjang umur sebuah karya. Tiga belas lagu mengalun, dari yang akrab di telinga generasi 80-an hingga yang menemukan kembali relevansinya di telinga generasi muda.
“Ini pertama kali saya bernyanyi di acara seperti ini, dan sangat berkesan,” ucap Ebiet, yang malam itu tampil dengan ketenangan khasnya.
Dari Keluarga, Untuk Penggemar
Konser ini lahir dari gagasan keluarga terdekat Ebiet. Adik ipar dan sang istri, Yayu Sugianto, menjadi motor penggerak di balik layar, menghubungi penggemar yang telah mengikuti perjalanan musik Ebiet selama puluhan tahun. “Kami ingin membuat malam ini menjadi pertemuan kembali yang penuh makna,” kata Yayu.
Nostalgia yang Diperkaya
Tak hanya musik, Harmoni Zaman juga menampilkan arsip, dokumentasi, dan dialog budaya yang merekam jejak Ebiet di dunia musik Indonesia. Penonton tak hanya disuguhi nada dan lirik, tapi juga kisah di balik setiap lagu—membentuk pengalaman yang hangat sekaligus reflektif.
Ketundukan pada Kehendak Tuhan
Di usia yang matang, Ebiet tak berbicara tentang target atau ambisi. “Saya hanya mengikuti kehendak Tuhan,” ucapnya singkat, menyiratkan rasa syukur yang mendalam.
Legenda yang Tak Pernah Pudar
Malam itu, penonton bernyanyi bersama, dari awal hingga akhir. Di tengah sorak dan tepuk tangan, satu hal menjadi jelas—karya Ebiet G. Ade tak pernah kehilangan tempat di hati penikmat musik. Senandung Emas bukan hanya sebuah konser, tapi perjalanan pulang yang manis bagi semua yang pernah ditemani lagunya
Dan ketika lampu panggung meredup, Ebiet menutup konser dengan lagu “Aku Ingin Pulang” yang membuat banyak penonton terdiam. Liriknya berbicara tentang perjalanan, kehilangan, dan harapan—tema yang telah ia bisikkan kepada bangsa ini selama puluhan tahun.
Malam itu , bait-baitnya bukan sekadar kata, melainkan undangan untuk merenung: bahwa waktu berjalan, tetapi kenangan yang dibangun bersama musik akan selalu menemukan jalan pulang.