Jakarta,CentangSatu.com – Keputusan mengejutkan datang dari manajemen PT SAN Putra Sejahtera (PO. SAN). Mulai pertengahan Agustus ini, seluruh armada bus yang beroperasi di bawah bendera PO. SAN resmi menghentikan pemutaran musik, termasuk fasilitas hiburan berbasis Audio Video on Demand (AVOD) di kelas premium Madar Class.
Kebijakan tersebut bukan sekadar langkah teknis, melainkan keputusan strategis yang diambil manajemen demi mematuhi regulasi pemerintah, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu/Musik. Regulasi ini mengatur bahwa setiap penggunaan musik atau lagu di ruang publik, termasuk moda transportasi, wajib membayar royalti kepada pemegang hak cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Efisiensi versus Regulasi
Direktur Utama PT SAN Putra Sejahtera, Kurnia Lesani Adnan, menegaskan bahwa keputusan ini lahir dari dilema antara menjaga efisiensi biaya dan memenuhi kewajiban hukum.
“Kami sudah berdiskusi dengan banyak pihak, termasuk musisi dan asosiasi komposer. Pada akhirnya, kami harus memilih langkah yang tidak membebani masyarakat. Kalau biaya royalti dibebankan ke operator, pada gilirannya akan menambah harga tiket,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI).
Menurutnya, operator bus saat ini sedang berjuang meningkatkan kualitas pelayanan di tengah biaya operasional yang kian tinggi. Namun, regulasi hak cipta justru berpotensi menambah beban baru. “Kami memahami pentingnya menghargai karya musisi, tetapi kami juga harus realistis dalam menjaga daya beli masyarakat,” tambahnya.
Imbas bagi Penumpang
Langkah ini otomatis membuat perjalanan dengan bus PO. SAN akan terasa berbeda. Jika sebelumnya penumpang terbiasa ditemani alunan musik atau bisa memilih konten hiburan lewat AVOD di kelas Madar, kini suasananya lebih hening.
Meski begitu, pihak manajemen menilai kondisi ini bisa membawa sisi positif. “Keheningan di perjalanan dapat membuka ruang komunikasi antarpenumpang, serta memberikan kesempatan istirahat lebih nyaman,” tulis pengumuman resmi perusahaan melalui akun Instagram @po_san.
Memo Internal Jadi Dasar Pelaksanaan
Keputusan penghentian layanan musik ini diperkuat lewat memo internal dengan nomor J.291/SAN-HRD/VIII/2025, yang diedarkan pada 15 Agustus 2025. Memo tersebut menginstruksikan seluruh kru bus untuk menonaktifkan perangkat pemutar musik dan layanan AVOD hingga adanya kebijakan baru.
“Penonaktifan pelayanan ini termasuk fasilitas AVOD di kelas bus Madar Class. Semoga keheningan ini menambah rekatnya komunikasi selama perjalanan dan tidak mengurangi kenyamanan kita bersama,” demikian kutipan isi memo tersebut.
Industri Angkutan Umum Menghadapi Dilema
Keputusan PO. SAN dinilai akan menjadi preseden bagi operator bus lain di Indonesia. Sebab, hingga kini masih banyak perusahaan otobus (PO) yang bingung bagaimana mengimplementasikan PP 56/2021 secara adil tanpa mengorbankan kepuasan pelanggan.
Jika sebagian besar operator memilih jalur serupa, bukan tidak mungkin tren silent travel atau perjalanan hening akan menjadi fenomena baru di dunia transportasi darat. Namun, jika ada operator yang bersedia menanggung biaya royalti, persaingan layanan hiburan antar-PO bisa menjadi faktor pembeda di pasar.
Antara Kepatuhan dan Inovasi
PO. SAN menegaskan bahwa penghentian musik ini bersifat sementara. Manajemen masih membuka peluang untuk menghadirkan kembali layanan hiburan dengan skema yang tidak memberatkan pelanggan, misalnya bekerja sama langsung dengan musisi atau menghadirkan konten bebas royalti.
“Ini bukan akhir, melainkan jeda. Kami terus mencari jalan tengah agar pelanggan tetap mendapatkan kenyamanan tanpa melanggar aturan,” tutup Kurnia Lesani Adnan.|Foto : Ist