Jakarta,CentangSatu.com – Riuh rendah tepuk tangan terdengar di ruang rapat Komisi XIII DPR. Para musisi lintas generasi—dari Ariel Noah, Piyu Padi, Indra Lesmana, hingga diva Vina Panduwinata—hadir menyimak sebuah momentum bersejarah: lahirnya Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025, aturan baru yang diyakini bakal menjadi tonggak perubahan besar dalam tata kelola royalti musik di Indonesia.
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan bahwa regulasi ini hadir bukan sekadar aturan teknis, melainkan jawaban atas keresahan panjang para pencipta lagu dan musisi yang kerap merasa royalti mereka tak dikelola dengan transparan.
“Hak cipta adalah instrumen penting dalam membangun ekosistem kreatif yang sehat. Melalui Permenkum ini, kami ingin memastikan hak pencipta terlindungi, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pengguna komersial,” ujar Eddy yang disambut anggukan serius para legislator dan musisi.
Royalti di Era Digital
Salah satu poin kunci dalam aturan baru ini adalah dorongan transformasi digital. Marcel Siahaan, mewakili Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), menegaskan bahwa masa depan industri musik Indonesia harus berpijak pada integrasi sistem digital.
“Kami ingin semua proses—dari penarikan, penghitungan, hingga distribusi royalti—bisa dipantau secara real time, transparan, dan merata ke seluruh pemegang hak. Inilah cara agar keadilan bagi musisi benar-benar hadir,” tegas Marcel.
Langkah ini sekaligus menjawab tantangan geografis Indonesia yang luas, di mana selama ini banyak musisi daerah belum tersentuh sistem distribusi royalti yang memadai.
Batasan Operasional dan Pengawasan Ketat
Permenkum No. 27/2025 juga mengatur hal penting: biaya operasional LMKN dibatasi maksimal 8% dari total royalti yang ditarik. Artinya, lebih banyak dana yang langsung mengalir ke kantong pencipta dan musisi.
Selain itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) memastikan ada evaluasi tahunan bagi seluruh LMK, termasuk laporan keuangan yang harus terbuka dan dapat diakses.
Musisi Menyambut, Tapi Waspada
Kehadiran aturan ini tentu disambut optimistis oleh musisi. Namun, sejumlah pihak mengingatkan bahwa aturan hanya akan bermakna jika benar-benar dijalankan dengan konsisten.
“Digitalisasi itu bagus, tapi kalau literasi dan kesadaran musisi untuk mendaftarkan karya masih rendah, sistem ini bisa pincang,” kata salah satu musisi senior yang hadir dalam rapat, mengingatkan realitas di lapangan.
Menuju Ekosistem Kreatif yang Sehat
Dengan regulasi ini, pemerintah berharap Indonesia tak lagi tertinggal dari negara lain dalam tata kelola royalti. Jika berjalan mulus, musisi bisa mendapatkan haknya secara adil, LMK bekerja lebih profesional, dan pengguna komersial memiliki kepastian hukum.
Namun, semua sepakat: perjalanan masih panjang. Sosialisasi, penegakan aturan, hingga perubahan budaya menghargai karya cipta adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.
Kehadiran Permenkum No. 27/2025 bukan sekadar perubahan aturan—ia adalah janji baru bagi musisi Indonesia bahwa karya mereka akhirnya akan dihargai dengan cara yang lebih adil dan transparan.