Scroll untuk baca artikel
Nasional

Kemenperin Tegur Asosiasi Tekstil: Klaim Butuh Perlindungan, Ternyata Impor Naik 239 Persen

11
×

Kemenperin Tegur Asosiasi Tekstil: Klaim Butuh Perlindungan, Ternyata Impor Naik 239 Persen

Sebarkan artikel ini

Centangsatu.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegur keras sejumlah perusahaan anggota Asosiasi Produsen Benang Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI) yang dinilai bersikap kontradiktif. Di satu sisi, asosiasi tersebut mendesak pemerintah untuk memperketat impor tekstil dengan alasan melindungi industri hulu dalam negeri. Namun di sisi lain, data justru menunjukkan bahwa para anggotanya sendiri tercatat aktif melakukan impor dalam jumlah besar.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menyebut pihaknya menemukan lonjakan signifikan impor benang dan kain yang dilakukan anggota APSyFI. Tercatat kenaikan sebesar 239 persen dalam setahun terakhir, dari 14,07 juta kilogram pada 2024 menjadi 47,88 juta kilogram pada 2025.

“Kita harus jujur melihat fakta. Sementara di ruang publik mereka mengajukan permintaan agar pemerintah memperketat keran impor dengan alasan melindungi industri hulu, ternyata di saat yang sama mereka sendiri yang justru meningkatkan volume impor dalam jumlah yang sangat besar. Ini paradoks yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Kalau benar-benar ingin melindungi industri dalam negeri, konsistensinya harus terlihat dari tindakan, bukan hanya dari pernyataan,” kata Febri dalam keterangannya, Minggu (24/8/2025).

Selain soal impor, Febri juga menyoroti kepatuhan administratif perusahaan anggota APSyFI. Dari 20 perusahaan, hanya 15 yang melaporkan aktivitas industrinya melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Sisanya, lima perusahaan lain tidak menyampaikan laporan sesuai kewajiban.

“Kami ingin tegaskan, keterbukaan data itu bagian penting dari transparansi industri. Kalau ada perusahaan yang tidak mau melaporkan kegiatannya, lalu di sisi lain mengajukan permintaan proteksi, itu jelas tidak fair. Pemerintah tidak bisa membuat kebijakan berbasis asumsi semata, melainkan harus berdasarkan data nyata yang bisa diverifikasi. Karena itu kami meminta agar seluruh anggota asosiasi ini patuh pada aturan, termasuk dalam hal pelaporan melalui SIINas,” jelasnya.

Lebih lanjut, Febri menekankan bahwa Kemenperin tidak menutup ruang dialog dengan asosiasi industri mana pun. Namun ia meminta agar masukan yang disampaikan selaras dengan praktik di lapangan.

“Pemerintah tentu terbuka menerima masukan dari pelaku industri, tapi masukan itu harus konsisten dan berdasarkan fakta. Jangan sampai di satu sisi bicara perlindungan, sementara di sisi lain justru memperbesar ketergantungan pada produk impor. Yang paling dirugikan dari kondisi seperti ini adalah industri tekstil nasional yang benar-benar bekerja keras memproduksi dalam negeri. Jadi kita harus luruskan agar kebijakan yang dibuat adil dan berpihak pada kepentingan nasional,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *