Jakarta,CentangSatu.com— Sebuah pertemuan penuh makna terjadi di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menerima kunjungan Lembaga Pemangku Adat Jayakarta dan Budayantara, membahas warisan penting yang nyaris terlupakan: manuskrip kuno Al Fatawi, peninggalan bersejarah dari masa kejayaan Jayakarta.
Ruang rapat siang itu tidak hanya diisi dengan diskusi formal. Di tengah suasana hangat, hadir para tokoh adat dan budayawan seperti Pangeran Ratu Jayakarta IX, R.B.H. Abi Munawir Al Madani Mertakusuma (Pangeran Abi), Bang Boim (M. Ridwan), G.K.R. Sekar Arum Dewi Intan, hingga K.H. Abi Kholaq. Dari pihak Kementerian, turut mendampingi Syamsul Hadi, Prof. Agus Mulyana, dan B.R.A. Putri Woelan Sari Dewi, bersama staf dan tenaga ahli lainnya.
“Al Fatawi”: Jejak Tinta dari Masa Jayakarta
Dalam paparannya, Pangeran Abi menunjukkan naskah tua Al Fatawi—manuskrip yang disebut-sebut berasal dari era awal peradaban Jayakarta. Tulisan tangan dengan aksara Arab-Melayu di atas lembaran kertas kecokelatan itu diyakini menyimpan nilai sejarah dan spiritual yang tinggi.
“Ini bukan sekadar teks, tapi cermin peradaban Jayakarta yang menjadi akar kebudayaan kita,” ujar Pangeran Abi penuh semangat.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Fadli Zon menegaskan pentingnya pendekatan ilmiah dalam menjaga warisan seperti ini.
“Manuskrip Al Fatawi perlu diuji laboratorium agar keasliannya dapat dibuktikan. Kita ingin memastikan warisan ini tidak sekadar tersimpan, tapi juga dihidupkan kembali dalam konteks kebudayaan masa kini,” kata Fadli Zon.
Gerakan Sadar Budaya 2025: Dari Jayakarta untuk Nusantara
Selain membahas manuskrip, pertemuan itu juga menjadi ajang peluncuran gagasan Gerakan Sadar Budaya 2025, program yang akan memuncak pada Hari Kebudayaan Nasional, 26 Oktober mendatang.
Diprakarsai oleh Budayantara TV, Lembaga Pemangku Adat Jayakarta, serta tokoh-tokoh budaya nasional seperti YM Maharaja Prof. Dr. Iansyah Reza (Kutai Mulawarman) dan Raden Sany Wijaya Nata Kusumah (penerima Satyalancana Kebudayaan RI 2021), gerakan ini mengajak masyarakat untuk kembali mengenal akar budaya Nusantara.
Tak berhenti di situ, lembaga adat Jayakarta juga menyiapkan Festival Peradaban Jayakarta, Haul Agung Jayakarta, dan film sejarah bertajuk “Al Hajj Fatahillah”, yang akan mengisahkan asal-usul berdirinya kota Jakarta melalui medium sinema.
Sinergi Pemerintah dan Lembaga Adat
Syamsul Hadi, Direktur Bina Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, menyebut kolaborasi ini sebagai langkah penting untuk memperkuat ekosistem budaya Indonesia.
“Gerakan Sadar Budaya 2025 bisa jadi tonggak baru. Bukan hanya untuk mengenang sejarah, tapi juga membangun kesadaran generasi muda bahwa kebudayaan adalah identitas kita,” ujarnya.
Dengan semangat kolaboratif ini, Kementerian Kebudayaan dan Lembaga Pemangku Adat Jayakarta sepakat menjadikan manuskrip Al Fatawi bukan sekadar artefak masa lalu, melainkan pintu bagi generasi kini untuk menelusuri akar jati diri bangsa.
“Warisan budaya bukan hanya untuk disimpan, tapi untuk dihidupkan kembali.”
Pesan itu terasa menggema kuat di akhir pertemuan — seolah mengingatkan bahwa dari tinta kuno di naskah Al Fatawi, Jayakarta pernah menulis peradaban yang layak dikenang dan dijaga hingga titik terakhir.