Jakarta,CentangSatu.com — Konferensi Musik Indonesia (KMI) yang digelar Kementerian Kebudayaan di Hotel Sultan, Jakarta, kembali menghadirkan diskusi inspiratif seputar industri musik Tanah Air. Salah satu sesi yang paling menyita perhatian bertajuk “Di Balik Panggung Musik: Hak, Pelindungan, dan Kesejahteraan”, membahas isu penting tentang nasib para pekerja di balik gemerlap dunia musik.
Dalam sesi ini, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli tampil sebagai pembicara kunci, didampingi oleh sejumlah panelis dari berbagai lembaga dan komunitas: Eneng Siti Hasanah (Asisten Deputi Bidang Kepesertaan Program Khusus BPJS), Aulia (perwakilan BPJS Ketenagakerjaan), Ezar PD (Asosiasi Pertunjukan Indonesia dan Life Production Indonesia), serta Andro Rohmana (Backstagers Indonesia).
Menteri Yassierli membuka diskusi dengan penegasan bahwa negara tidak boleh abai terhadap kesejahteraan pekerja kreatif—termasuk mereka yang bekerja di balik panggung konser, studio, dan produksi acara.
“Pemerintah terus berkomitmen mensejahterakan pekerja di seluruh Indonesia. Kami akan memperluas subsidi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan agar perlindungan semakin merata,” ujar Yassierli disambut tepuk tangan peserta.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas kementerian untuk memperkuat kebijakan perlindungan bagi pekerja sektor kreatif, yang selama ini sering bekerja tanpa kontrak tetap dan perlindungan memadai.
Sementara itu, Eneng Siti Hasanah dari BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa jaminan keselamatan kerja adalah hak dasar setiap pekerja, tanpa terkecuali.
“Perlindungan tenaga kerja merupakan bagian dari hak asasi manusia. BPJS Ketenagakerjaan ingin hadir bagi seluruh pekerja, termasuk freelancer di industri kreatif,” tegas Eneng.
Namun, Eneng tak menutup mata terhadap tantangan di lapangan: status kerja yang tidak tetap, ketiadaan standar profesi, dan minimnya kesadaran akan pentingnya jaminan sosial. Ia menyebut, BPJS Ketenagakerjaan kini tengah memperkuat program yang selaras dengan Asta Cita untuk mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera, dan berkelanjutan.
Menambahkan paparan tersebut, Aulia dari BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja kreatif sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Menariknya, di akhir sesi, perhatian peserta beralih pada topik baru: masa depan musik religi di era digital.
Rizqi Angga, perwakilan dari Langit Musik, mengungkapkan bahwa hanya sekitar 29,6% konten religi yang kembali didistribusikan melalui layanan streaming, menunjukkan masih kecilnya kontribusi genre ini di dunia digital.
“Musik religi jangan dianggap musiman—hanya muncul di bulan puasa atau Natal. Harus ada karya yang hidup lama dan membangun relasi spiritual secara berkelanjutan,” ujar Angga penuh semangat. “Kita siap berkolaborasi.”
Kementerian Kebudayaan menutup sesi dengan menegaskan pentingnya membangun ekosistem musik yang inklusif dan berkelanjutan, di mana semua pelaku—dari pekerja panggung hingga pencipta lagu—memiliki perlindungan dan ruang berkarya yang layak.
“Musik bukan hanya hiburan, tapi juga perekat bangsa. Termasuk musik religi yang merefleksikan semangat Bhinneka Tunggal Ika,” ujar perwakilan Kementerian.