BEKASI,CentangSatu.com –|Di tengah derasnya arus musik digital dan wajah-wajah baru yang bermunculan di industri hiburan, nama Agus Mein tetap bergaung dengan caranya sendiri — tenang, bersahaja, namun penuh makna. Bagi pria bernama asli Agus Hermanto ini, musik bukan sekadar karya, melainkan perjalanan spiritual yang terus membawanya memahami hidup dan manusia.
“Setiap lagu lahir dari perasaan yang jujur,” ujarnya pelan, ditemui di rumahnya di kawasan Tambun, Bekasi. “Kalau lagu itu bisa menyentuh hati orang lain, itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.”
Dari Panggung Daerah ke Jakarta
Perjalanan musik Agus dimulai jauh sebelum dunia mengenalnya. Pada awal 1990-an, ia aktif bersama grup band Novas, tampil dari panggung ke panggung di berbagai daerah. Dari pengalaman itu, ia belajar bahwa musik bukan hanya tentang popularitas, tapi tentang ketekunan dan cinta terhadap nada.
Hijrahnya ke Jakarta menjadi babak baru. Di kota ini, pergaulannya dengan sejumlah musisi dangdut asal Madura seperti Joni Iskandar, Imam S. Arifin, dan Yus Yunus memperkaya musikalitasnya. Perpaduan pop, dangdut, dan sentuhan lirih balada menjadi ciri khas karya-karyanya kemudian. Tahun 1998, lagu perdananya “Melati” dirilis, menandai lahirnya seorang pencipta lagu yang kelak memberi warna tersendiri di berbagai ajang pencarian bakat di televisi nasional.
Musik dan Kesadaran Sosial
Namun jalan yang dilalui Agus tidak selalu mulus. Awal 2000-an menjadi masa-masa penuh perjuangan. “Ada saat di mana saya hampir berhenti menulis lagu,” kenangnya. “Tapi justru dari situ saya belajar, bahwa musik bisa jadi jalan untuk berbagi.”
Dari kesadaran itu lahir semangat baru. Sejak 2011, Agus aktif melakukan kegiatan sosial di lingkungannya — membantu warga kurang mampu, memberi modal bagi usaha kecil, hingga sekadar menjadi tempat curhat bagi sesama musisi yang tengah kesulitan. Bagi Agus, menolong adalah bentuk lain dari mencipta: sama-sama menebar kebaikan.
Suara untuk Para Pencipta Lagu
Selain dikenal lewat karya dan kepeduliannya, Agus Mein juga termasuk sosok yang vokal memperjuangkan hak-hak pencipta lagu di Indonesia. Ia menilai sistem pengelolaan royalti masih belum sepenuhnya berpihak pada para kreator.
“Royalti itu dapur kami,” tegasnya. “Pemerintah sebaiknya cukup membuat regulasi yang adil, bukan ikut campur dalam urusan internal lembaga manajemen kolektif.”
Pandangan itu lahir dari pengalaman panjangnya menghadapi kerasnya industri musik tanah air. Agus berharap generasi muda bisa lebih melek terhadap hak cipta dan pentingnya menghargai karya sendiri maupun karya orang lain.
Bukan Sekadar Nada
Kini, setelah lebih dari dua dekade berkarya, Agus Mein tetap menulis lagu. Tidak lagi mengejar panggung besar, ia lebih fokus pada karya yang lahir dari hati. Baginya, musik adalah lentera kecil yang harus terus dinyalakan, agar tetap memberi terang di tengah perubahan zaman.
“Yang penting bukan seberapa banyak lagu kita dikenal,” katanya menutup perbincangan. “Tapi seberapa dalam lagu itu bisa menyentuh hidup seseorang.”




							













