Scroll untuk baca artikel
Nasional

MK Tegaskan Royalti Musik: Tanggung Jawab Penyelenggara, Pidana Jalan Terakhir

14
×

MK Tegaskan Royalti Musik: Tanggung Jawab Penyelenggara, Pidana Jalan Terakhir

Sebarkan artikel ini

JAKARTA,CentangSatu.com -| Mahkamah Konstitusi (MK) menorehkan tonggak penting dalam sejarah tata kelola hak cipta musik Indonesia. Melalui Putusan Nomor 28/PUU-XXIII/2025, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan Tubagus Arman Maulana atau Armand Maulana, Nazriel Irham alias Ariel, bersama 27 musisi lain yang tergabung dalam Gerakan Satu Visi.

Putusan tersebut menghadirkan tafsir baru terhadap sejumlah pasal krusial dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya menyangkut siapa pihak yang wajib membayar royalti, bagaimana menentukan imbalan yang wajar, serta bagaimana sanksi pidana harus diterapkan.

Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan frasa “Setiap Orang” dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial”. Dengan penegasan ini, MK mengakhiri ruang multitafsir yang selama ini menempatkan pelaku pertunjukan dalam posisi rentan secara hukum.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan, secara faktual pihak yang mengetahui dan menikmati keuntungan ekonomi dari sebuah pertunjukan komersial adalah penyelenggara acara, terutama melalui penjualan tiket. Karena itu, kewajiban pembayaran royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) secara logis dan adil dibebankan kepada penyelenggara pertunjukan, bukan kepada penyanyi atau musisi pelaku panggung.

Mahkamah juga menyoroti ketidakjelasan frasa “imbalan yang wajar” dalam Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta. Menurut MK, frasa tersebut membuka ruang ketidakpastian hukum dan berpotensi menimbulkan konflik. Oleh sebab itu, MK menegaskan bahwa imbalan yang wajar harus dimaknai sebagai imbalan yang ditentukan berdasarkan mekanisme dan tarif sesuai peraturan perundang-undangan, dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan tetap memperhatikan kepentingan publik agar karya cipta dapat diakses secara terjangkau.

Selain itu, MK menegaskan pentingnya prinsip ultimum remedium dalam penegakan hukum hak cipta. Dalam Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta, Mahkamah menyatakan bahwa penerapan sanksi pidana harus dilakukan dengan terlebih dahulu mengedepankan prinsip keadilan restoratif. Sengketa hak cipta, khususnya terkait pertunjukan komersial, seharusnya diselesaikan melalui mekanisme administratif dan perdata sebelum menempuh jalur pidana.

“Penegakan sanksi pidana harus menjadi upaya terakhir, setelah mediasi dan langkah nonlitigasi lainnya tidak membuahkan hasil,” tegas Enny.

MK juga menyoroti perlunya pembenahan tata kelola LMK agar pemungutan dan pendistribusian royalti dilakukan secara tepat waktu, adil, dan transparan. Mahkamah bahkan mendorong pembentukan sistem yang lebih sederhana, efisien, dan terintegrasi secara digital guna menjawab tantangan industri musik di era teknologi.

Sementara itu, dalam Putusan Nomor 37/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh grup T’Koes Band dan Sylvia Saartje , MK menyatakan sebagian permohonan tidak dapat diterima karena telah kehilangan objek hukum, mengingat norma yang diuji telah dimaknai ulang dalam putusan sebelumnya. Namun demikian, Mahkamah menegaskan bahwa pertimbangan hukum dalam putusan utama berlaku mutatis mutandis terhadap perkara tersebut.

Putusan ini lahir dari kegelisahan para musisi atas berbagai kasus hukum yang menjerat pelaku pertunjukan, termasuk perkara yang menimpa Agnez Mo dan konflik pelarangan pertunjukan lagu-lagu Koes Plus. Melalui putusan ini, MK menutup bab ketidakpastian dan membuka ruang baru bagi ekosistem musik yang lebih adil, tertib, dan berimbang.

Di tengah harmoni yang sempat retak, Mahkamah Konstitusi kini meletakkan notasi baru: hukum hadir bukan untuk membungkam kreativitas, melainkan untuk menjaganya tetap hidup dan bermartabat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *