Scroll untuk baca artikel
Sosial dan budaya

Jejak Baratayuda dalam Warisan Budaya Nusantara

11
×

Jejak Baratayuda dalam Warisan Budaya Nusantara

Sebarkan artikel ini

JAKARTA,CentangSatu.com -| Baratayuda merupakan puncak kisah epik Mahabharata, sebuah karya sastra agung dari India yang mengisahkan konflik saudara antara dua keturunan Dinasti Kuru, yakni Pandawa dan Kurawa. Kisah yang diyakini disusun oleh Begawan Vyasa ini terdiri atas delapan belas kitab dan telah hidup selama ribuan tahun, diwariskan dari generasi ke generasi sebagai cermin pergulatan manusia antara dharma dan adharma.

Mahabharata tidak hanya menjadi cerita kepahlawanan, tetapi juga sumber nilai moral, filosofi kehidupan, dan ajaran spiritual. Di Nusantara, kisah ini bertransformasi menjadi bagian dari kebudayaan lokal, terutama melalui seni pewayangan Jawa. Pada abad ke-12, Mpu Sedah menggubah kisah ini dalam kakawin Bharatayuddha atas perintah Raja Jayabaya dari Kerajaan Kediri. Sejak saat itu, Baratayuda dianggap memiliki latar yang menyatu dengan tanah Jawa dan menjadi bagian penting dari sejarah budaya Indonesia.

Akar konflik Baratayuda berawal dari persoalan takhta Kerajaan Astinapura. Perselisihan ini tidak muncul secara tiba tiba, melainkan tumbuh sejak generasi sebelumnya. Sumpah Bhisma demi kebahagiaan Satyawati, kelahiran Dretarastra yang buta dan Pandu yang lemah, hingga keturunan mereka yang kelak saling bermusuhan, menjadi rangkaian sebab yang tak terpisahkan dari tragedi besar ini.

Persaingan antara anak-anak Pandu yang dikenal sebagai Pandawa Lima dengan seratus anak Dretarastra dan Gendari yang disebut Kurawa telah berlangsung sejak masa kanak-kanak. Duryudana, putra sulung Kurawa, dikuasai ambisi dan iri hati, berulang kali merancang tipu daya untuk menyingkirkan Pandawa. Upaya pembunuhan, pengasingan, hingga perjudian dadu yang licik menjadi alat untuk merebut kekuasaan secara tidak adil.

Salah satu peristiwa paling memilukan adalah penghinaan terhadap Drupadi, istri Pandawa, yang dipertaruhkan dalam permainan dadu dan hampir ditelanjangi di hadapan para bangsawan. Peristiwa ini menjadi luka batin yang mendalam dan meneguhkan sumpah balas dendam, sekaligus menandai runtuhnya nilai keadilan di Astinapura.

Setelah masa pengasingan yang panjang dan upaya damai yang ditolak mentah-mentah oleh Kurawa, perang besar pun tak terelakkan. Baratayuda terjadi di Padang Kurukshetra dan berlangsung dengan dahsyat, menelan korban dari kedua belah pihak. Pada akhirnya, kebenaran dan keadilan berpihak kepada Pandawa, meski kemenangan itu dibayar dengan penderitaan dan kehilangan yang besar.

Usai perang, Yudhishthira dinobatkan sebagai Raja Kuru. Namun kejayaan duniawi tidak membuat Pandawa terikat selamanya. Di akhir hayatnya, mereka bersama Drupadi menempuh perjalanan suci menuju Pegunungan Himalaya. Satu per satu gugur dalam perjalanan, hingga hanya Yudhishthira yang mencapai puncak dan diizinkan memasuki surga sebagai manusia.

Kisah Mahabharata dan Baratayuda hingga kini tetap hidup dalam budaya Indonesia terpatri dalam wayang, sastra, relief candi, serta nilai-nilai kehidupan yang mengajarkan tentang kesetiaan, pengorbanan, dan keadilan. Sebuah warisan budaya yang tidak hanya indah untuk diceritakan, tetapi juga bermakna untuk direnungkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *