Scroll untuk baca artikel
Musik

Ketika Perpisahan Tak Perlu Dihiasi Kemarahan Sezairi dan Pohon Rambutan: Cinta, Ego, dan Detak Jam di Lagu “Kan Ku Nantikan”

19
×

Ketika Perpisahan Tak Perlu Dihiasi Kemarahan Sezairi dan Pohon Rambutan: Cinta, Ego, dan Detak Jam di Lagu “Kan Ku Nantikan”

Sebarkan artikel ini

Centangsatu.com – Ada sesuatu yang mengendap dalam karya terbaru Sezairi, dan itu bukan sekadar cinta. Lagu barunya, “Kan Ku Nantikan”, dirilis pada 20 Juni 2025, setelah sebelumnya membuka tahun ini dengan single “Kata”. Namun, alih-alih menyambut romansa seperti biasanya, kali ini Sezairi memilih berdamai dengan kegagalan hubungan. Ia hadir bukan sebagai pahlawan dalam cerita, melainkan sebagai manusia yang duduk di sisi kenyataan diam, tapi memahami.

“Betapa sulitnya untuk berkompromi dalam sebuah hubungan, atau untuk bertemu seseorang yang setara dalam hubungan. Aku merasa itu ada hubungannya dengan ego kita,” ucap Sezairi dalam percakapan panjang di balik layar peluncuran lagunya.

“Itu hal yang paling penting, jika kamu tidak menyadari egomu, maka hubungan akan berakhir, hubungan tidak akan berhasil.”

Nada yang terkesan filosofis itu bukan cuma basa-basi promosi. Di lagu ini, Sezairi menggali satu ruang paling rapuh dalam sebuah relasi: saat dua orang masih saling peduli, tapi tak lagi bisa saling temani. Tanpa menyalahkan, tanpa menyerang, tanpa menggugat. Hanya menerima bahwa tidak semua cinta harus bertahan.

“Saat kamu dalam situasi seperti itu,” lanjut Sezairi, “satu hal yang harus kamu lakukan adalah mencintai dirimu sendiri daripada berharap pada seseorang yang tak pasti. Berhenti menyalahkan diri dan mulai peduli pada diri sendiri, menerima kenyataannya. Mungkin itu akan menyakitkan, tetapi kamu harus melalui itu untuk mengetahui nilai-nilai dalam hubunganmu.”

Nada yang ia pilih bukan kelam, melainkan teduh. Sebuah refleksi dari lirik sederhana namun penuh lapisan rasa:

“Kan ku nantikan wajahmu di bawah pohon rambutan tempat kita sering bertemu.”

Sebuah bait yang membawa nostalgia dan rasa yang ambigu antara harapan dan keikhlasan, antara ingin bertahan dan belajar melepas.

Dalam proses kreatifnya, lagu ini lahir di tempat yang tak diduga. “Aku ingat banget, notasi pertamanya muncul waktu aku lagi di kamar mandi,” ujar Sezairi sambil tertawa kecil. Tapi seperti banyak karya jujur lainnya, lagu ini selesai dengan cepat dan mengalir bersama arus perasaannya sendiri.

Ia menggarap sebagian besar instrumen sendiri, kecuali bagian keyboard. Kolaborasinya dengan Teddy Adhitya sebagai partner album barunya memberi dimensi vokal yang lebih penuh dan earthy. Tempo lagu ini stabil, seperti detak jam. Tidak terburu, tidak pelan. Tapi dalam konteks lagu, justru terasa seperti pengingat: bahwa dalam hubungan, waktu sering kali tidak bisa diajak kompromi.

Yang paling menarik, tentu adalah pohon rambutan sebagai metafora pusat lagu ini.

“Rambutan itu buah yang unik ada rasa asam dan manis di waktu yang sama. Kayak hubungan kita. Ada momen yang manis banget, tapi kadang bikin kita mengernyit juga. Dan itu nyata.” ujar Sezairi.

“Dan aku pikir, dalam lagu ini, aku pengin gambarkan bahwa tempat punya kenangan. Lokasi tertentu bisa jadi saksi bisu hubungan kita. Dan kadang, yang kita rindukan bukan hanya orangnya, tapi suasana itu.”

Sebagai musisi asal Singapura dengan akar budaya Indonesia yang kuat, penggunaan bahasa Indonesia dalam metafora itu pun terasa tak dibuat-buat. Organik. Mengalir. Sezairi menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah ruang kreativitas yang memberinya keleluasaan untuk menulis dengan nada yang puitis namun tetap jujur.

Dari segi aransemen, “Kan Ku Nantikan” menawarkan bassline yang tebal dan repetitif, seperti tekanan lembut yang terus berdetak di bawah perasaan kita. Musiknya seperti ruang tunggu, di mana waktu seakan berhenti, tapi hati masih menanti.

Single ini juga menjadi bagian dari album baru yang tengah dipersiapkan Sezairi dan dijadwalkan rilis pada semester kedua 2025. Sebuah proyek yang ia janjikan akan lebih matang secara emosi dan warna musik.

“Yang penting buatku sekarang adalah membuat karya yang jujur. Bukan hanya yang enak didengar, tapi yang punya nilai,” katanya menutup perbincangan.

“Aku enggak mau jadi orang yang menulis lagu hanya untuk jadi viral. Lagu-lagu ini aku tulis untukku. Kalau akhirnya kamu merasa ini juga lagu kamu, itu berarti kita sama-sama pernah merasa.”

Dan mungkin, lagu seperti ini memang bukan untuk siapa-siapa. Tapi untuk semua yang pernah menanti di bawah pohon rambutan dengan hati yang belum selesai, tapi tidak lagi memaksa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *