Centangsatu.com – Puluhan warga mengaku menjadi korban dugaan penipuan dan penggelapan yang melibatkan Ketua DPW Barisan 8 Center Provinsi Banten, RF (36). Modusnya: proyek pembangunan rumah yang tak kunjung rampung, meski seluruh pembayaran telah dilunasi. Sejumlah korban kini mulai angkat suara, dan satu di antaranya, Anita, telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.
Proyek bermasalah ini dijalankan melalui perusahaan bernama TIS Kontraktor, yang disebut dimiliki langsung oleh RF. Korban mengungkapkan bahwa RF menjanjikan pembangunan rumah dengan desain dan spesifikasi tertentu, namun realisasinya jauh dari harapan.
“Modusnya seragam. Rumah dijanjikan akan dibangun, lalu ditinggalkan dalam kondisi tidak selesai meski pembayaran sudah lunas,” ujar Ricci, kuasa hukum Anita, dalam keterangan tertulis pada Selasa (2/6). Anita sendiri mengalami kerugian hingga Rp170 juta. Dari informasi yang dihimpun, sedikitnya ada 20 korban lain dengan modus serupa, dengan estimasi kerugian yang bisa mencapai miliaran rupiah.
Kronologi Kasus: Janji Manis, Bangunan Tak Rampung
Anita menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK) pada Maret 2022, di mana RF bertindak sebagai penyedia jasa pembangunan rumah. Namun proyek yang dijanjikan rampung dalam waktu tertentu terus molor, hingga lebih dari 24 bulan tanpa kejelasan. Anehnya, seluruh pembayaran sudah dituntaskan oleh Anita.
“Spesifikasi bangunan banyak yang tidak sesuai dengan RAB (Rencana Anggaran Biaya). Akhirnya Ryzki mengaku bangkrut dan meninggalkan proyek,” ujar Anita.
Sebagai bukti, RF sempat menandatangani Surat Pengembalian Dana, namun hingga batas waktu yang disepakati, dana tak kunjung dikembalikan.
Tidak hanya Anita, korban lain seperti Weni mengisahkan pengalaman serupa. Ia mengenal TIS Kontraktor melalui media sosial, dan menyepakati kontrak pembangunan rumah pada Agustus 2022. Dirinya tergiur dengan desain 3D rumah yang ditawarkan.
“Setelah membayar 90% dari nilai kontrak, rumah saya tidak kunjung selesai bahkan setelah dua tahun. Saat saya cek, ternyata spesifikasinya banyak yang tidak sesuai, dan material pun tidak dikirim lagi. Tukang ditinggalkan begitu saja,” ujar Weni melalui kuasa hukumnya.
Tak hanya itu, vendor-vendor bangunan yang tidak dibayar juga ikut menagih ke klien, membuat korban mengalami tekanan ganda, baik secara finansial maupun psikologis.
Dugaan Penipuan Sistematis
Korban lainnya menemukan bahwa banyak klien lain mengalami nasib serupa. Dari tahun 2022 hingga 2024, pola kasusnya disebut berulang: pembayaran ditagih lebih awal, proyek tidak selesai, dan ketika ditagih, pihak RF mengaku bangkrut. Bahkan, ada klien yang mengalami kerugian hingga Rp500 juta, dengan nilai klaim pengembalian bervariasi antara Rp200 juta hingga Rp400 juta.
Weni sendiri telah membawa kasusnya ke Polda Metro Jaya, dan RF sudah dipanggil untuk klarifikasi oleh penyidik. Kala itu, RF berjanji akan mengembalikan dana dalam waktu satu bulan. Namun, seperti yang dialami Anita, janji itu juga tidak ditepati hingga sekarang.
“Sudah hampir satu tahun sejak pemanggilan itu, klien kami tidak mendapat kabar atau upaya penyelesaian dari yang bersangkutan. Ini jelas bentuk ingkar janji, bahkan ada indikasi niat jahat sejak awal,” kata Ricci.
Seruan untuk Penegakan Hukum dan Netralitas Polisi
Ricci mengingatkan bahwa penanganan kasus ini harus berlangsung secara netral dan profesional. Ia menekankan pentingnya pengawasan publik karena terlapor adalah sosok yang memiliki posisi struktural di sebuah organisasi masyarakat.
“Saya minta pihak kepolisian berdiri netral. Jangan sampai ada intervensi dari pihak manapun. Kasus ini menyangkut banyak orang dan harus dikawal bersama,” ujarnya.
Pihaknya juga membuka pintu bagi korban lainnya yang belum berani bersuara untuk bergabung dalam upaya hukum kolektif. Ia yakin, semakin banyak yang melapor, semakin kuat posisi hukum korban dalam menuntut pertanggungjawaban.
Belum Ada Klarifikasi dari Terlapor
Hingga berita ini diturunkan, RF belum memberikan pernyataan resmi atau tanggapan atas laporan yang dialamatkan kepadanya. Upaya konfirmasi kepada yang bersangkutan juga belum mendapatkan hasil.
Penipuan Berkedok Kontraktor, Fenomena yang Berulang
Kasus seperti ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, penipuan berkedok jasa kontraktor perumahan menjadi modus yang kerap memakan korban, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah yang ingin membangun rumah sendiri secara bertahap. Kurangnya pengawasan terhadap badan usaha konstruksi kecil dan ketiadaan verifikasi mendalam dari calon klien membuat ruang bagi pelaku untuk bergerak dengan bebas.
“Masalahnya bukan hanya pada individu pelaku, tetapi pada lemahnya sistem pengawasan jasa konstruksi skala kecil-menengah yang mudah dimanipulasi oleh oknum,” kata seorang pengamat hukum pidana dan perlindungan konsumen dari Universitas Pamulang.
Reporter IMO