Centangsatu – Orthopaedic Concurrent Meeting (OCM) 2025 resmi digelar sebagai forum ilmiah berskala internasional yang menyatukan tiga asosiasi besar ortopedi Indonesia untuk pertama kalinya. Kegiatan ini mengusung pendekatan kolaboratif dalam menangani deformitas tulang dan sendi, trauma, serta intervensi nyeri, dengan tujuan utama meningkatkan hasil klinis dan kualitas hidup pasien.
Dengan tema “Transforming Deformities: Collaborative Strategies for Better Outcomes”, OCM 2025 diselenggarakan pada 16–19 Juli 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta. Acara ini menjadi tonggak penting dalam sejarah ortopedi nasional karena menjadi ajang sinergi antara Indonesian Orthopaedic Spine Surgeon Association (IOSSA), Indonesian Orthopaedic Trauma Society (IOTS), dan Indonesian Orthopaedic Pain Intervention Society (IOPIS).
“Banyak masyarakat Indonesia yang mengalami kelainan bentuk tulang, baik tulang belakang, lengan atas, paha, maupun kaki. OCM 2025 diadakan agar kita bisa menyatukan sumber daya dan keahlian untuk menangani kondisi-kondisi tersebut secara lebih efektif,” ujar dr. Andra Hendrianto, Sp.OT(K), Ketua Pelaksana OCM 2025 dalam konferensi pers, Jumat (18/7).
Menurut Andra, forum ini terbuka tidak hanya bagi para spesialis dan konsultan ortopedi, tetapi juga bagi mahasiswa kedokteran, residen ortopedi, serta dokter umum yang ingin menambah wawasan dan berdiskusi secara ilmiah.
OCM 2025 dihadiri oleh pembicara dari 13 negara termasuk Amerika Serikat, Italia, Hong Kong, Taiwan, Bangladesh, India, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Di hari pertama saja, jumlah peserta telah mencapai 533 orang. Acara mencakup berbagai kegiatan ilmiah, mulai dari kursus teknis, workshop kadaver, kuliah umum, diskusi panel lintas disiplin, hingga presentasi riset ilmiah.
Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K), Ketua PABOI, menambahkan bahwa salah satu fokus utama OCM 2025 adalah penanganan nyeri akibat deformitas tulang. Ia menyebut, 80 persen pasien yang telah mendapatkan penanganan ortopedi masih mengeluhkan nyeri. Oleh karena itu, pendekatan lintas spesialis sangat penting untuk memberikan penanganan menyeluruh.
Sementara itu, Ketua IOSSA, Dr. dr. I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna, SpOT(K) menyoroti urgensi peningkatan jumlah dan kualitas dokter spesialis ortopedi tulang belakang di Indonesia. Saat ini, Indonesia hanya memiliki 138 konsultan ortopedi tulang belakang, sementara Kementerian Kesehatan menargetkan jumlah tersebut meningkat menjadi 500 dalam waktu dekat.
“Di Indonesia, hanya ada lima institusi pendidikan untuk ortopedi tulang belakang, dua untuk subspesialis dan tiga program fellowship. Tantangannya besar, karena selain jumlahnya sedikit, perkembangan ilmu juga sangat cepat,” jelas Gusti.
OCM 2025 juga menggandeng sponsor-sponsor besar untuk mendukung kebutuhan alat operasi dan workshop, termasuk instrumen bedah canggih yang dibutuhkan dalam pelatihan teknis.
Acara ini bukan hanya menjadi ajang ilmiah, tapi juga memperkuat jejaring profesional antarnegara dan membuka ruang kolaborasi di masa depan. Dengan melibatkan berbagai pihak dan keilmuan, OCM 2025 diharapkan mampu mendorong kemajuan pelayanan ortopedi di Indonesia dan menciptakan sistem penanganan yang lebih modern, efektif, dan terintegrasi.
Melalui forum ini, PABOI dan ketiga asosiasi ortopedi berharap masyarakat Indonesia semakin memahami pentingnya penanganan deformitas dan trauma tulang secara komprehensif, sekaligus mendorong peningkatan mutu layanan medis nasional yang sejajar dengan standar global.