Jakarta,CentangSatu.com — Balai Sudirman, Jakarta, Jumat (15/8) malam, dipenuhi para tokoh bangsa dalam acara peluncuran buku Selangkah di Belakang Mbak Tutut. Buku ini mengisahkan perjalanan hidup putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau akrab disapa Mbak Tutut.
Acara ini dihadiri Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Jenderal (Purn) Wiranto, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Menkum Andi Agats, Ketua DPD, serta sejumlah tokoh nasional lainnya.
Yang membuat suasana kian berkesan, mantan Perdana Menteri Malaysia Dr Mahathir Mohamad menyampaikan pesan khusus melalui layar besar dari Kuala Lumpur. “Tahniah, selamat, Ibu Tutut,” ucap Mahathir yang kini berusia 100 tahun. Ia menyebut Tutut sebagai sahabat, pemimpin, sekaligus teladan perempuan.
SBY Ceritakan Kenangan Bersama Tutut
Dalam sambutannya, SBY mengenang pertama kali ia diajak sarapan bersama Presiden Soeharto berkat sapaan Mbak Tutut saat dirinya masih Danrem di Yogyakarta pada 1995. Dari momen itu, SBY melihat sisi kerendahan hati Tutut.
“Beliau selalu ramah, tak memandang pangkat atau jabatan. Ia menghadirkan orang lain di lingkaran yang lebih hangat,” kata SBY. Ia juga menilai Tutut sebagai pekerja keras dan bagian dari solusi saat sama-sama berada di Panitia Ad Hoc II MPR tahun 1998.
Kisah Kesederhanaan dan Kepemimpinan
Berbagai kisah lain turut diangkat, mulai dari kesederhanaan Tutut saat membantu korban banjir dengan sarung pinjaman warga, hingga kepemimpinannya dalam pembangunan jalan tol layang pertama Indonesia.
Tutut juga dikenang lewat kiprahnya di organisasi donor darah nasional maupun internasional, bahkan tiga periode menjabat Presiden FIODS (Federation of International Donor Organisations). Di kancah diplomasi, ia dikenal dengan pendekatan senyap, memilih musyawarah dan empati alih-alih konfrontasi.
Filosofi “Selangkah di Belakang”
Judul buku Selangkah di Belakang dianggap merepresentasikan filosofi hidup Tutut: kesetiaan, keteguhan, dan pilihan untuk menopang orang lain lebih dahulu.
Seperti dikatakannya puluhan tahun lalu kepada sebuah majalah: “Saya hanya ingin menjadi manusia biasa yang melaksanakan kodrat sebagai ibu, istri, dan anggota masyarakat yang baik.”