Jakarta,CentangSatu.com – Musisi senior Ryan Kyoto menegaskan dirinya tidak terpengaruh tren teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), dalam berkarya. Menurutnya, teknologi hanyalah alat bantu, namun esensi musik tetap lahir dari hati seorang pencipta.
“Kalau ada AI itu bantuan saja. Tapi karya saya tetap utuh jadi karya saya sendiri. Saya tetap jadi diri saya,” ujar Ryan Kyoto saat ditemui di studio pribadinya yang sangat asri dikawasan Condet,Jakarta Timur,Senin(18/9)
Ryan mengakui perkembangan musik dunia sangat cepat, bahkan kini Indonesia bisa sejajar dengan produksi luar negeri. Namun ia menekankan bahwa perbedaan karya musik hanya kembali pada selera generasi pendengar.
“Anak-anak sekarang punya selera berbeda dengan kita yang lebih dulu. Jadi jangan dibandingkan lebih baik atau tidak, musik itu soal rasa,” jelasnya.
Soal Royalti: Jangan Ribut Antar Musisi
Ryan juga menyoroti polemik royalti yang belakangan ramai diperbincangkan. Ia menilai banyak pencipta lagu yang belum paham sistem royalti karena sosialisasi masih terbatas di kota-kota besar.
“Jangan sampai kita musisi ribut sesama sendiri. Royalti itu sudah ada undang-undangnya. Tinggal transparansi dan pemerintah yang harus tegas. User seperti hotel, restoran, tempat hiburan juga harus disiplin membayar,” tegas Pencipta lagu Hits Maker lagu Pasrah yg dibawakan Ermy Kulit,Sendiri Chrisye dan Cinta jangan Kau Bawa Pergi oleh penyanyi Malaysia Sheila Majid.
Menurutnya, LMK/LMKN perlu lebih terbuka dalam hal pembagian dan lebih aktif melakukan sosialisasi hingga ke daerah.
Berkarya dari Studio Pribadi
Meski industri label besar banyak yang tumbang, Ryan Kyoto tetap produktif dari studio pribadinya. Ia terbiasa mengerjakan musik, aransemen, hingga mixing secara mandiri.
“Saya biasa sendiri. Studio sendiri, musik sendiri, lagu sendiri. Kadang hanya minta bantuan teman untuk rapat materi. Selebihnya mandiri,” katanya.
Lebih lanjut Ryan menegaskan dirinya tidak mengejar tren, melainkan tetap berkarya sesuai hati. Jika suatu saat ia menciptakan lagu bernuansa Melayu atau dangdut, itu bukan karena ikut-ikutan, melainkan karena memang sedang ingin mengekspresikan nuansa itu.
Harapan di tengah dinamika
Industri musik, Ryan berharap semua pihak bisa bersatu demi keberlangsungan karya musisi Indonesia.
“Pencipta dan penyanyi harus bersatu. LMKN harus transparan. User harus sadar kewajibannya. Jangan ada yang pura-pura tidak mengerti. Kalau semua jalan, musik Indonesia akan kuat,” pungkas Ryan.