Jakarta,CentangSatu.com – Menyikapi polemik seputar royalti lagu kebangsaan Indonesia Raya, keluarga besar almarhum Wage Rudolf Soepratman melalui Yayasan Wage Rudolf Soepratman Meester Cornelis Jatinegara menegaskan bahwa hak cipta lagu kebangsaan Indonesia Raya telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1957–1960.
Empat ahli waris almarhum, yakni Ny. Roekijem Soepratijah, Ny. Roekinah Soepratirah, Ny. Ngadini Soepratini, dan Ny. Gijem Soepratinah, menyerahkan hak cipta tersebut tanpa syarat melalui SK Menteri PP dan K No. 129599/D (1957) dan Surat Putusan Menteri PPK (1960). Sebagai tanda penghargaan, pemerintah memberikan kompensasi sebesar Rp250.000, yang jika dikonversikan ke nilai emas saat ini setara dengan ±Rp6,4 miliar.
Dengan demikian, keluarga tidak memiliki hak ekonomi atas Indonesia Raya dan tidak pernah menuntut royalti. Sejak 2009, seluruh karya WR Soepratman telah masuk domain publik, kecuali dua lagu – Indonesia Tjantik dan Indonesia Hai Ibuku – yang melodinya baru diciptakan kembali tahun 2023 oleh Antea Putri Turk, cicit buyut WR Soepratman.
Sebagai bentuk pelestarian, Antea bersama ayahnya, dr. Dario Turk, berhasil meluncurkan Album Perdana 12 Lagu WR Soepratman pada 10 November 2023 dan meraih penghargaan MURI. Dari total 16 karya WR Soepratman, 12 telah ditemukan dan 4 lainnya masih hilang.
Ketua Umum Yayasan, Endang Wahyuningsih Josoprawiro Turk, menegaskan:
“Kami tidak pernah menuntut royalti. Yang kami harapkan hanyalah penghargaan moral dan pengakuan negara atas jasa besar WR Soepratman. Kami berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mengundang Antea Putri Turk untuk membawakan 12 lagu karya asli WR Soepratman dalam sebuah Konser Kenegaraan di Istana Merdeka.”