Scroll untuk baca artikel
Umum

Dugaan Polemik Kepemilikan dan Kepmen No. 330/2022, Nama Nadiem Makarim dan Ainun Naim Kembali Disorot

19
×

Dugaan Polemik Kepemilikan dan Kepmen No. 330/2022, Nama Nadiem Makarim dan Ainun Naim Kembali Disorot

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Centangsatu.com,- Oktober 2025 — Setelah gugatan praperadilan terhadap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Makarim, terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ditolak pengadilan, muncul kembali sorotan publik terhadap persoalan lain yang melibatkan Universitas Trisakti.

Berdasarkan sejumlah dokumen hukum yang beredar, polemik ini berawal dari terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No. 330/2022 tertanggal 24 Agustus 2022, yang menetapkan susunan baru Pembina Yayasan Trisakti. Keputusan tersebut disebut-sebut mengubah struktur pengelolaan enam satuan pendidikan di bawah yayasan tersebut, termasuk Universitas Trisakti.

Namun, keputusan tersebut sempat digugat oleh Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung, selaku Ketua Pembina Yayasan Trisakti berdasarkan Akta No. 22 Tahun 2005. Gugatan itu kemudian dimenangkan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan No. 407/G/2022/PTUN.JKT jo. 250/B/2023/PTUN.JKT jo. 292K/TUN/2024, yang menyatakan bahwa Kepmen No. 330/2022 tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.

Meski putusan telah inkracht, persoalan di lapangan masih terus berlangsung. Beberapa pihak yang disebut dalam proses administrasi yayasan, seperti Lukman, Cahyo Rahadian Muhzar, dan Ainun Naim, masih tercatat dalam struktur yayasan versi terbaru, yang tercantum dalam Akta No. 03 Tahun 2023. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya dualisme kepengurusan yang menyebabkan kebingungan dalam pengelolaan universitas.

Selain itu, publik juga menyoroti keterkaitan nama Ainun Naim yang disebut dalam sejumlah laporan terkait pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek. Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ainun Naim pernah dijadwalkan untuk memberikan klarifikasi pada 6 Agustus 2025.

Pakar hukum pendidikan menilai bahwa kasus ini menggambarkan kompleksitas tata kelola pendidikan tinggi di Indonesia, terutama dalam konteks hubungan antara pemerintah dan yayasan pendidikan swasta. “Masalah ini perlu diselesaikan secara hukum dan administratif agar tidak mengorbankan keberlangsungan akademik mahasiswa,” ujar salah satu pakar pendidikan yang enggan disebut namanya.
Saat ini, publik menantikan langkah tegas pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk memastikan penyelesaian kasus ini berjalan transparan sesuai aturan yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *