JAKARTA,CentangSatu.com — Di tengah hiruk-pikuk musik pop yang mendominasi layar dan panggung, sekelompok musisi dan kreator muda memilih berjalan di jalur yang berbeda. Mereka membangun ruang bagi jazz — bukan sebagai nostalgia masa lalu, melainkan bahasa musikal yang terus hidup dan berevolusi. Gerakan itu bernama Oh My Jazz.
Di bawah kepemimpinan Refida Herastuti, Oh My Jazz tumbuh dari sekadar komunitas menjadi ekosistem pembinaan dan kolaborasi yang lengkap. Refida menegaskan, tantangan utama jazz saat ini bukan terletak pada selera publik, melainkan regenerasi.
“Banyak anak muda punya bakat luar biasa, tapi mereka butuh wadah yang relevan dengan dunia mereka hari ini,” ujarnya dalam acara Oh My Jazz Gathering di Jakarta, Minggu (2/10).
Tiga Pilar: Panggung, Mentorship, dan Dunia Digital
Pendekatan Oh My Jazz memadukan tiga pilar utama: live performance, mentorship, dan digital showcase.
Musisi muda tak hanya tampil di atas panggung, tetapi juga mendapatkan bimbingan intensif mengenai pengembangan karakter musikal, produksi konten digital, hingga strategi membangun karier yang berkelanjutan.
Refida dan timnya ingin memastikan bahwa regenerasi jazz bukan sekadar wacana, tetapi sistem yang nyata — di mana setiap talenta baru memiliki kesempatan untuk tumbuh dan dikenal.

Jazz yang Menyapa Semua Genre
Keunikan Oh My Jazz terletak pada keberaniannya menjembatani jazz dengan berbagai gaya musik populer. Dalam sejumlah penampilan terakhir, publik disuguhi kolaborasi tak terduga: perpaduan jazz dengan pop, soul, bahkan dangdut — tanpa kehilangan ruh improvisasi yang menjadi jantung jazz itu sendiri.
“Jazz bukan museum. Ia lentur, hidup, dan bisa berdialog dengan siapa pun,” kata Refida.
Pendekatan ini membuat jazz terasa lebih dekat bagi generasi muda yang selama ini menganggap genre itu terlalu eksklusif.
Puncak program tahunan Oh My Jazz adalah festival “Oh My God”, ajang pencarian dan presentasi karya musisi muda dari berbagai daerah di Indonesia.
Setiap tahap — mulai dari audisi, proses latihan, hingga pertunjukan akhir — direkam dan diunggah ke kanal digital Oh My Jazz, menjadikannya laboratorium terbuka bagi publik untuk menyaksikan perjalanan kreatif para peserta.
“Generasi hari ini belajar, berkarya, dan berekspresi lewat layar. Karena itu, jazz juga harus punya panggung digital,” ujar Refida.
Membangun Ekosistem yang Berkelanjutan
Lebih dari sekadar komunitas, Oh My Jazz juga menggandeng produser, label independen, dan platform distribusi digital untuk membantu musisi muda memahami hak cipta, pengelolaan royalti, dan monetisasi karya.
Refida percaya, keberlangsungan jazz tidak cukup ditopang oleh idealisme semata, tetapi juga sistem yang sehat.
“Cinta pada musik harus diimbangi dengan struktur yang mendukung para pelakunya,” tegasnya.
Dengan semangat kolaboratif dan visi jangka panjang, Oh My Jazz menjelma menjadi ruang pertemuan antara tradisi dan masa depan. Di tangan generasi baru, jazz tidak lagi sekadar alunan masa lampau — melainkan napas segar yang terus berimprovisasi seiring waktu.


















