Scroll untuk baca artikel
HiburanMusik

“Ketika Rock Bertemu Ondel-Ondel: Kidung Rakyat Jadi Simbol Suara Jakarta”

332
×

“Ketika Rock Bertemu Ondel-Ondel: Kidung Rakyat Jadi Simbol Suara Jakarta”

Sebarkan artikel ini

JAKARTA,CentangSatu.com – Di tengah gempuran musik digital yang dikejar demi algoritma dan viral, dua musisi lintas generasi justru melangkah ke arah sebaliknya. Fitriansyah Pipit dan Toto Tewel, gitaris cadas legendaris Indonesia, memilih pulang ke akar — membangkitkan kembali kidung rakyat yang nyaris terlupakan.

Bukan panggung megah, bukan pula gimmick media sosial. Tapi dari Kandang Ayam, Rawamangun, suara rakyat kembali menggema, Sabtu (8/11). Pipit dan Toto meluncurkan karya yang mereka sebut sebagai “gerakan kecil kebangkitan budaya rakyat” — sebuah proyek musik yang menyatukan semangat tradisi dan energi rock modern.

“Lagu ini enggak lahir dari ambisi komersial. Ini lagu yang sudah saya dengar sejak kecil, waktu masih TK. Dulu orang kampung nyanyi bareng kalau ada mantenan. Jadi kalau ditanya siapa penciptanya, ya rakyat,” ujar Pipit dengan senyum hangat.

Lagu ini sudah hidup dalam ingatan Pipit selama tiga tahun, tapi baru menemukan bentuknya pada Oktober 2024 di Jember, saat ia bertemu Toto Tewel. Dentingan gitar rock khas Toto berpadu dengan nuansa musik rakyat, menciptakan harmoni yang sederhana tapi penuh jiwa.

“Saya bilang ke Mas Toto, lagu ini cocok buat generasi muda yang mulai lupa sama budayanya. Ternyata beliau langsung klik, baik secara musikal maupun pesan sosialnya,” tutur Pipit.

Namun di balik nada-nada yang manis, tersimpan semangat perlawanan. Pipit menyelipkan pesan tajam lewat kalimat “dari rakyat, bukan atas nama rakyat” — sindiran untuk mereka yang sering berbicara atas nama rakyat tapi lupa mendengarkan suaranya.

“Sekarang banyak yang ngomong ‘demi rakyat’, tapi pas rakyat datang, malah diusir dari pintu,” ucap Pipit pelan, namun menohok.

Bagi Toto Tewel, proyek ini lebih dari sekadar kolaborasi musik. Pria yang dikenal lewat gitar cadasnya di grup legendaris SWAMI dan Elpamas itu menyebutnya sebagai perjalanan spiritual.

“Musik rakyat itu punya jiwa. Bukan cuma melodi, tapi sejarah sosial. Saya merasa seperti pulang kampung, meskipun lewat nada,” kata Toto dengan mata berbinar.

Yang menarik, kolaborasi ini juga menyatukan unsur ondel-ondel Betawi, terinspirasi dari kehidupan Toto di kawasan Kramat, Jakarta — tempat ondel-ondel masih menari di gang-gang sempit ibu kota.

“Tiap hari lihat ondel-ondel lewat depan rumah. Aku pengin banget gabungin itu ke musik, dan akhirnya kesampaian bareng Mas Pipit,” ujarnya sambil tertawa.

Meski dikenal sebagai rocker sejati, Toto menolak dibatasi genre.

“Aku dulu juga main dangdut waktu remaja. Buatku musik itu soal kejujuran, bukan label,” katanya santai.

Kini, lewat Kidung Rakyat, keduanya ingin mengajak generasi muda kembali menoleh ke akar budaya bangsa. Mereka berencana menggali lebih banyak lagu rakyat dari berbagai daerah di Indonesia — dari Jawa hingga Papua — dan menafsir ulang dengan semangat zaman.

“Masih banyak lagu rakyat yang menunggu dibangunkan. Kita mau ajak mereka hidup lagi, supaya anak-anak muda tahu kalau musik itu bukan cuma tentang viral, tapi tentang akar,” tutup Pipit.

Peluncuran Kidung Rakyat berlangsung hangat dan penuh nostalgia, dihadiri tokoh-tokoh besar dunia musik seperti Ian Antono, Log Zhelebour, Heirrie Buchaery, dan Jelly Tobing, serta para promotor dan awak media hiburan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *