
Jakarta – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menggelar Seminar Hukum Ketenagakerjaan bertema “Disharmonis, Ancaman Kaum Buruh” pada Selasa (2/12). Dalam seminar ini, FSPMI menegaskan bahwa alasan disharmonis dalam hubungan kerja tidak dapat dijadikan dasar pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tidak memiliki landasan hukum dan bertentangan dengan konstitusi.
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu Sugiyanto (Hakim Mahkamah Agung), Sugeng Prayitno (Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Bandung), dan Indra (Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan) serta diikuti oleh jajaran pengurus dan anggota FSPMI.
FSPMI menjelaskan bahwa hak bekerja merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 28D tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta Pasal 28J yang menegaskan bahwa pembatasan hak hanya dapat ditetapkan melalui undang-undang. Selain itu, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga secara jelas mengatur bahwa PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan yang diatur undang-undang.
Penegasan ini diperkuat dengan surat resmi Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor B.340/PHIJSK/VI/2012 tertanggal 5 Juni 2012. Surat tersebut menyatakan bahwa PHK tidak dapat dilakukan berdasarkan peraturan di bawah undang-undang, apalagi berdasar alasan yang tidak tercantum dalam UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, penggunaan alasan “disharmonis” tidak memiliki dasar hukum apa pun.
FSPMI menilai bahwa praktik PHK dengan alasan disharmonis merupakan bentuk penyimpangan hukum dan berpotensi menjadi alat untuk menyerang pekerja maupun aktivis serikat. Tindakan tersebut tidak hanya merugikan pekerja, tetapi juga merusak kepastian hukum, demokrasi industrial, serta prinsip negara hukum.
Dalam Pasal 151 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa semua pihak wajib mengupayakan pencegahan PHK. Bahkan, dalam UU Cipta Kerja sekalipun tidak terdapat ketentuan yang membenarkan PHK karena disharmonis. Karena itu, FSPMI menegaskan bahwa alasan disharmonis tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar PHK dalam keadaan apa pun.
Melalui seminar ini, FSPMI menyerukan agar pemerintah menegakkan supremasi hukum ketenagakerjaan, memastikan setiap PHK melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta menindak tegas perusahaan yang menggunakan dalih disharmonis untuk memberhentikan pekerja.
FSPMI menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan disharmoni dijadikan alat untuk merampas hak bekerja. PHK hanya sah jika memenuhi seluruh prosedur dan alasan hukum yang diatur undang-undang, sementara intimidasi, pembatasan aktivitas serikat pekerja, dan tindakan union busting merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan harus ditindak tegas.


















