Centangsatu, Jakarta– Sidang perdana gugatan hak cipta atas lagu legendaris “Nuansa Bening” yang dipopulerkan kembali oleh penyanyi Vidi Aldiano digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025). Namun sayangnya, Vidi Aldiano selaku tergugat tidak hadir, baik secara pribadi maupun melalui kuasa hukum.
Agenda sidang yang seharusnya dimulai dengan pemeriksaan pendahuluan itu harus ditunda. Majelis hakim pun menjadwalkan pemanggilan kedua pada 11 Juni 2025.
“Sidang hari ini tadi sudah dimulai dan ternyata pada siang hari ini tergugat tidak hadir. Oleh karena itu, akan diberikan panggilan kedua dalam sidang selanjutnya,” ujar Minola Sebayang, usai persidangan selaku kuasa hukum penggugat.
Gugatan ini dilayangkan oleh dua pencipta lagu “Nuansa Bening”, Keenan Nasution dan Budi Pekerti. Mereka menggugat atas dugaan pelanggaran hak cipta dan royalti atas penggunaan lagu tersebut yang dinilai telah dieksploitasi secara komersial sejak tahun 2008 tanpa izin resmi dari para pencipta.
Menurut Minola, sejak lagu itu direkam ulang dan dipopulerkan oleh Vidi pada 2008, lagu tersebut telah dibawakan di lebih dari 300 pertunjukan langsung, tanpa ada bentuk penghargaan atau izin formal kepada penciptanya.
“Kalau menurut manajemen yang bertemu dengan klien kami, sejak 2008 hingga sekitar 2020, lebih dari 300 kali lagu ini dinyanyikan Vidi di atas panggung tanpa izin penciptanya,” kata Minola.
Ia juga mengungkap bahwa sempat ada upaya pembayaran kompensasi dari pihak Vidi, namun nominal yang ditawarkan dianggap tidak layak.
“Pernah ada yang datang ke rumah klien kami menawarkan Rp50 juta sebagai kompensasi atas konser-konser yang telah menggunakan lagu itu. Tapi klien kami menolak karena merasa itu tidak sepadan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Minola menegaskan bahwa perkara ini bukan sekadar soal ketidakhadiran izin, tapi juga penghargaan terhadap hak ekonomi para pencipta karya.
“Kami tidak sedang berdebat soal pelanggaran ya atau tidak, karena faktanya memang ada pelanggaran. Yang dipersoalkan adalah berapa nilai yang wajar dan pantas atas penggunaan lagu itu selama bertahun-tahun,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa menurut Undang-Undang Hak Cipta, setiap orang yang menggunakan ciptaan untuk tujuan komersial wajib mendapatkan izin dari penciptanya. Bila tidak, maka dapat dikenai sanksi.
“Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta jelas mengatakan, setiap orang yang menggunakan ciptaan untuk tujuan komersial wajib mendapatkan izin. Kalau tidak, ada sanksi pidana dan denda hingga Rp500 juta per pelanggaran,” ujar Minola.
Meski mediasi sempat dilakukan menjelang Ramadan lalu, namun hingga Lebaran berakhir, tidak ada kelanjutan dari pihak tergugat.
“Kami berharap waktu itu ada itikad baik. Tapi ternyata tidak ada lagi komunikasi. Maka kami bawa ke ranah hukum agar ada kepastian,” katanya.
Minola menegaskan bahwa sidang ini penting sebagai pembelajaran bagi para pelaku industri musik agar lebih menghargai hak pencipta.
“Semoga ini bisa menjadi pelajaran bersama. Penyanyi dan komposer itu harus duduk sama-sama, bukan saling meniadakan. Rezeki itu bukan hanya soal panggung, tapi juga soal menghormati pencipta karya,” pungkas Minola.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada Rabu, 11 Juni 2025, dengan agenda pemanggilan ulang tergugat. Jika hingga tiga kali panggilan tergugat tetap tidak hadir, maka perkara bisa diputus secara verstek oleh pengadilan.