MusikHiburan

Konser Gabalandhurra, Satukan Warisan Budaya Aborigin dan Indonesia dalam Harmoni Memukau

48
×

Konser Gabalandhurra, Satukan Warisan Budaya Aborigin dan Indonesia dalam Harmoni Memukau

Sebarkan artikel ini
l

Centangsatu, Jakarta – Suasana penuh pesona menyelimuti Soehanna Hall, Jakarta, Rabu (30/4). Saat budaya Aborigin Australia dan kekayaan musikal Indonesia berpadu dalam konser lintas budaya bertajuk Gabalandhurra, sebuah nama yang sarat makna. Gabalandhurra berarti “perahu arwah tua orang Makassar” dalam bahasa Wubuy, bahasa leluhur musisi penduduk asli Australia, Ngulmiya Nundhirribala, yang menjadi sorotan utama.

Gabalandhurra bukan sekadar konser, melainkan perayaan mendalam atas ikatan sejarah dan budaya antara dua negara bertetangga, Australia dan Indonesia. Di panggung, Ngulmiya menunjukkan kebrilianan musikalnya dengan membawakan lagu-lagu dalam bahasa Wubuy, ditemani instrumen khas seperti didgeridoo, menghadirkan suasana spiritual yang menyentuh.

Tak sendiri, Ngulmiya tampil memukau bersama komposer dan pianis klasik ternama Indonesia Ananda Sukarlan, serta sopran berbakat Mariska Setiawan. Salah satu momen paling menggetarkan jiwa malam itu adalah penampilan perdana karya baru Ananda berjudul “Bora Ring”, komposisi epik yang memadukan musik klasik Barat, puisi Australia, dan melodi sakral Aborigin.

“Kolaborasi ini lebih dari pertunjukan musik. Ini adalah perjalanan batin dan spiritual yang melintasi samudra. Melalui ‘Bora Ring’, saya ingin merayakan keragaman budaya dunia, dan malam ini kami membuktikan bahwa perbedaan bisa menyatu dalam harmoni yang menggetarkan.” ujar Ananda Sukarlan.

Sementara itu, suara jernih Mariska Setiawan membawa nuansa klasik yang melengkapi kedalaman nada didgeridoo.

“Bernyanyi dalam konser ini adalah pengalaman emosional dan spiritual. Musik Aborigin memiliki jiwa, dan ketika bersatu dengan musik klasik, lahirlah sesuatu yang ajaib,” kata Mariska.

Tidak kalah memikat, kuartet gesek dari G20 Orchestra – Glen Afif Ramadan (biola), Saynediva Al Fatah Putra (biola), Bimo Lambang Dwityo Putro (viola), dan Dubertho Christnoval Ngongady (cello) menambah warna orkestra yang dramatis dan elegan.

Kehadiran Ngulmiya di Indonesia merupakan bagian dari Program Hibah Diplomasi Budaya Australia, yang bertujuan mempererat hubungan antar masyarakat melalui seni dan budaya. Program ini membawa Ngulmiya ke beberapa kota, termasuk Makassar dan Bali, sebagai bagian dari perjalanan budayanya di Nusantara.

Kuasa Usaha Australia untuk Indonesia, Gita Kamath, turut hadir dan menyampaikan apresiasinya atas konser ini.

“Gabalandhurra adalah bukti kekuatan diplomasi budaya. Musik mampu menembus batas negara dan bahasa, menyatukan kita dalam pengalaman yang universal dan mendalam,” ujar Gita.

Dukungan Kedutaan Besar Australia dan semangat para seniman membuahkan malam yang tak terlupakan, bukan hanya menyentuh telinga, tetapi juga hati. Gabalandhurra menegaskan bahwa ketika dua budaya besar bertemu dalam semangat kolaborasi, hasilnya bukan sekadar konser, tetapi gema persahabatan yang abadi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *