NEWS

Lautan Indonesia Kembali Bergolak: Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing dalam Operasi Nasional

31
×

Lautan Indonesia Kembali Bergolak: Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing dalam Operasi Nasional

Sebarkan artikel ini
l

Centangsatu, Jakarta – Laut Indonesia kembali menjadi saksi bisu pertarungan antara penjaga hukum dan perusak lingkungan. Dalam operasi berskala nasional bertajuk Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRYD) Destructive Fishing Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Kopolairud) Baharkam Polri berhasil membongkar 72 kasus penangkapan ikan secara ilegal yang mengancam kelestarian ekosistem laut dalam Konferensi Pers di Mako Korpolairud, Jakarta (25/4/2025).

Selama 60 hari pelaksanaan terhitung sejak 24 Februari hingga 24 Maret 2025 sebanyak 101 pelaku berhasil diamankan. Nilai kerugian negara akibat praktik destruktif ini ditaksir mencapai Rp 49 miliar.

Fokus utama operasi ini adalah memberantas penggunaan bom ikan, bahan kimia beracun, dan setrum listrik praktik-praktik penangkapan ikan yang dilarang keras karena merusak habitat laut serta mengancam kehidupan nelayan kecil.

“Ini adalah komitmen kami menjaga laut Indonesia. Laut adalah masa depan,” ujar Brigjen Pol. Idil Tabran Syah Sik.Msi., Dirpolairud Korpolairud Baharkam Polri dalam konferensi pers yang digelar usai operasi.

Tiga Pendekatan Strategis

Operasi KRYD Destructive Fishing 2025 tidak hanya mengandalkan kekuatan represif. Strategi ini dirancang dengan tiga pendekatan utama:

1. Preemtif: Melalui intelijen dan penyuluhan kepada masyarakat pesisir agar menyadari bahaya destructive fishing.

2. Preventif: Dengan patroli aktif dan penjagaan di titik-titik rawan kegiatan ilegal.

3. Represif: Tindakan hukum tegas terhadap para pelaku yang tertangkap tangan melakukan perusakan laut.

Langkah ini sejalan dengan misi nasional dalam mewujudkan ekonomi biru berkelanjutan serta falsafah Vicvapa Brahma Gola, yang mengedepankan harmoni antara manusia dan alam.

Operasi di 35 Polda

Operasi digelar serentak di 35 Kepolisian Daerah (Polda) dan terbagi dalam dua kategori utama:

• Polda Prioritas: Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara dengan fokus utama pada pemberantasan bom ikan.

• Polda Imbangan: 29 Polda lainnya, dengan target seluruh bentuk destructive fishing.

Beberapa Kasus Menonjol:

• 7 kasus ditangani langsung oleh Satgas Patroli Korpolairud Baharkam, termasuk pengungkapan besar di Poso, Sulawesi Tengah, dengan barang bukti 65 kg ikan hasil bom dan kerugian senilai Rp3,2 miliar.

• 13 kasus berasal dari wilayah prioritas seperti NTB (Rp6,7 miliar) dan Sulsel (Rp1,1 miliar).

• 52 kasus dari Polda Imbangan seperti Lampung (Rp5,8 miliar), Sulawesi Barat (Rp3,75 miliar), dan Bangka Belitung (Rp2,5 miliar).

Barang bukti yang diamankan termasuk detonator, bom rakitan, baterai, kapal, alat setrum, dan ribuan kilogram ikan hasil tangkapan ilegal. Polri menegaskan bahwa ini bukan akhir. Operasi akan terus dilanjutkan melalui patroli rutin, peningkatan pengawasan, serta edukasi kepada komunitas nelayan.

“Kerusakan laut akibat destructive fishing bukan hanya soal hukum, tapi menyangkut masa depan pangan, ekonomi, dan lingkungan. Ini adalah perlawanan jangka panjang,” ujar Brigjen Pol. Idil Syah.

Lewat operasi ini, pesan yang ingin disampaikan jelas: laut Indonesia bukan tempat untuk eksploitasi liar. Ia adalah warisan bersama yang harus dijaga demi generasi mendatang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *